Jumat, 18 Mei 2012

LUKA BAKAR

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Combutio atau luka bakar merupakan suatu kejadian yang paling sering terjadi di Indonesia dan negara lainnya. Luka bakar yang terjadi dapat disebabkan oleh panas, listrik ataupun kimia. Dan kecelakaan luka bakar ini dapat terjadi dimana-mana seperti di rumah, kantor ataupun tempat umum yang lainnya (mal, terminal). 80% kecelakaan yang menyebabkan luka bakar terjadi di rumah dan korban yang terbanyak ternyata anak-anak, entah terkena air panas, tumpahan kuah sayur, api dan lain sebagainya.
(http://www.apotik2000.net/apotik/luka_bakar).
Cedera luka bakar terutama pada luka bakar yang dalam dan luas masih merupakan penyebab utama kematian. Oleh sebab itu penderita luka bakar memerlukan perawatan secara khusus, karena luka bakar berbeda dengan luka tubuh lain (seperti tusuk, tembak atau sayatan). Ini disebabkan karena luka bakar terdapat keadaan seperti mengeluarkan banyak air, serum, darah, terbuka untuk waktu yang lama dan ditempati kuman dengan patogenitas tinggi (mudah terinfeksi).
Oleh sebab itu, pasien luka bakar memerlukan penanganan yang serius dimana dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Selain itu, diperlukan kerjasama dengan tim medis yang lainnya seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi dan bahkan psikiater.

B.     Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
  1. Menambah dan memperdalam pengetahuan tentang proses perawatan pada pasien dengan luka bakar.
  2. Mengamati dan menerapkan asuhan keperawatan secara nyata pada pasien dengan luka bakar.
  3. Meningkatkan kemampuan perawat dalam menciptakan hubungan yang terapeutik dengan pasien dan keluarga.

C.    Metode Penulisan

Adapun metode penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Studi kepustakaan
Yaitu dengan mempelajari buku-buku referensi yang berhubungan dengan luka bakar.
  1. Internet
Yaitu mengambil bahan-bahan dan data yang berhubungan dengan luka bakar.
  1. Kasus nyata
Yaitu dengan melakukan pengamatan kasus langsung kepada kita dengan post debridement atas indikasi luka bakar grade II.
  1. Wawancara langsung
Melakukan wawancara pada klien dengan post debridement yang disebabkan karena luka bakar grade II.

D.    Sistematika Penulisan

Penulisan makalah ini diawali dengan kata pengantar, daftar isi, kemudian dilanjutkan dengan Bab I yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Lalu Bab II yaitu tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep dasar medik (berupa definisi, klasifikasi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, test diagnostik, terapi dan pengelolaan medik, komplikasi; dan konsep asuhan keperawatan (berisi pengkajian, analisa data, rumusan diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan). Kemudian Bab IV pembahasan kasus, Bab V kesimpulan dan diakhiri dengan daftar pustaka.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS


E.     Konsep Dasar Medik

  1. Definisi
-          Luka bakar merupakan perlukaan pada daerah kulit dan jaringan epitel lainnya (Donna, 1991, hal. 361).
-          Luka bakar ialah perlukaan yang disebabkan karena kontak atau terpapar dengan zat-zat termal, chemical, elektrik atau radiasi yang menyebabkan Luka bakar (Luckman and Sorensen’s, 1993, hal 1985).
-          Luka bakar ialah truama pada kulit yang disebabkan oleh panas tinggi (www.kompas ilmu pengetahuan.com, Kompas tanggal 2 Mei 2003).

  1. Klasifikasi
Berdasarkan tingkatnya luka bakar dibagi atas 4 derajat, yaitu:
a.       Derajat I/luka bakar ketebalan partial superfisial (superfisial partial thickness burn)/cedera luka bakar minor.
Epidermis mengalami kerusakan atau cedera, pada awalnya nyeri dan gatal akibat adanya stimulasi reseptor sensoris, kering, tampak merah, biasanya akan sembuh dengan spontan tanpa meninggalkan jaringan parut, sembuh 3-5 hari. Menurut American Burn Association (1984) cedera luka bakar minor ini adalah ketebalan partial kurang dari 15% LPTT (luas permukaan tubuh total) pada orang dewasa dan 10% LPTT pada anak-anak.
b.      Derajat II/Cedera ketebalan partial dalam (deep dermal partial thickness burn)/cedera luka bakar sedang.
Mengenai epidermis dan dermis, luka bakar ini akan terasa nyeri dan berwarna merah-pink, akan membentuk lepuh (bullae) serta edema, luka ini akan sembuh dalam 3-4 minggu. Menurut American Burn Association (1984) cedera luka bakar sedang adalah cedera ketebalan partial dengan 15 sampai 25% dari LPTT pada orang dewasa atau 10 sampai 20% LPT pada anak-anak.
Jika luka ini mengalami infeksi, atau suplai darahnya mengalami gangguan maka luka ini akan berubah menjadi luka bakar ketebalan penuh.
c.       Derajat II/luka bakar ketebalan penuh (Full thickness burn)/cedera luka bakar mayor.
Mengenai lapisan lemak, lapisan epidermis mengalami kerusakan. Luka berwarna coklat, putih, merah atau hitam, tidak menimbulkan rasa nyeri karena semua reseptor sensoris telah mengalami kerusakan total. Akan sembuh dalam 3-5 bulan. Menurut American Burn Association cedera luka bakar mayor merupakan cedera ketebalan partial lebih dari 25% LPTT pada orang dewasa atau 20% LPTT pada anak-anak.
d.      Derajat IV
Kerusakan melebihi subkutan dan mencapai otot dan tulang. Terjadi pengelupasan kulit, keadaan kering dan tidak menimbulkan nyeri.

  1. Anatomi Fisiologi
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
a)      Lapisan epidermis, terdiri atas:
-          Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
-          Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki.
-          Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
-          Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
-          Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
b)      Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
-          Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
-          Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut.
c)      Jaringan subkutan atau hipodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tu lang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.

Kelenjar Pada Kulit

Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.

  1. Etiologi
·         Listrik        : voltase aliran, listrik, petir, defibrilator.
·         Thermal     : api, air panas, kontak dengan objek panas, berjemur, sinar ultraviolet (luka bakar karena sinar panas matahari).
·         Chemical   : organo phospat, acid (asam), korosi, alkalis.
·         Inhalasi      : saluran pernafasan yang terpapar dengan panas yang hebat, inhalasi zat kimia yang merugikan, merokok dan CO.
  1. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan karena terpapar panas, radiasi, bahan kimia dan listrik. Sehingga terjadi pengalihan dari suatu sumber panas kepada tubuh. Akibat adanya rangsangan tersebut maka terjadi kehilangan barier kulit sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan, dan berlanjut kerusakan termogulasi. Kehilangan barier kulit ini juga menimbulkan respon inflamasi yang kemudian terjadi pelepasan makrofag, karena makrofag ini adalah berperan untuk pertahanan yang penting yang mencakup fagositosis serta respon imun maka terjadi reaksi antigen-antibody, lalu dari reaksi tersebut terjadi pelepasan tromboplastin dan fibrinogen sehingga terjadi tromus, iskemia dan nekrosis.
Segera setelah cedera termal, terjadi kenaikan nyata pada tekanan hidrostatik kapiler pada jaringan yang cedera, disertai peningkatan permeabilitas kapiler, hal ini mengakibatkan perpindahan cairan plasma intravaskular menembus kapiler yang rusak karena panas dalam daerah interstisial (mengakibatkan edema).
Kehilangan plasma dan protein cairan mengakibatkan penurunan tekanan osmotik koloid pada kompartemen vaskular kemudian kebocoran cairan dan elektrolit, kemudian berlanjut pembentukan edema tambahan pada jaringan yang terbakar dan ke seluruh tubuh.
Kebocoran ini yang terdiri atas natrium, air dan protein plasma diikuti penurunan curah jantung, maka terjadilah penurunan perfusi pada organ besar seperti aliran darah ke ginjal menurun yang akhirnya menyebabkan asidosis metabolik, aliran darah gastrointestinal menurun akibatnya resiko ileus, begitu pula aliran darah tidak lancar yang jika tidak segera diatasi menyebabkan nekrosis.

  1. Tanda dan Gejala
Derajat 1  :  Memerah, menjadi putih jika ditekan, tanpa edema, kesemutan, rasa nyeri reda  jika kedinginan, hiperestesia.
Derajat 2  : Melepuh, dasar luka berbintik-bintik merah, permukaan luka basah, edema, nyeri, supersensitifitas (sensitif terhadap udara dingin).
Derajat 3  : Kering, luka berwarna putih, edema, syok, hemature, tak terasa nyeri.
Derajat 4  : Pengelupasan kulit, kering, tidak menimbulkan nyeri.
  1. Test Diagnostik
·         Darah lengkap             :  Menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.
·         AGD                           : Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan PaO2 atau PaCO2.
·         Elektrolit serum
·         CoHbg                        : Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon monoksida.
·         BUN                           : Mengetahui penurunan fungsi ginjal.
·         Toto rontgen dada      : Dapat tampak normal/tidak normal pada pasca luka bakar dini.
·         Bronkoskopi                : Berguna dalam diagnosa luas cedera inhalasi hasil dapat meliputi edema, pendarahan/tukak pada saluran pernafasan atas.
·         Skan paru                    : Menentukan luasnya cedera inhalasi.
·         EKG                            :  Tanda iskemia miokardial/disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
·         Fotografi luka bakar    : Memberikan catatan untuk menyembuhkan luka bakar selanjutnya.

  1. Therapi dan Pengelolaan Medik
-          Pemberian cairan
-          Pemberian analgetik
-          Pemberian antibiotik
-          Perawatan luka dengan hidroterapi dan penggantian balutan
-          Bedrest
-          Debridement
-          Meningkatkan nutrisi.

  1. Komplikasi
-          Gagal respirasi yang akut
Perawat harus melakukan pengkajian lebih lanjut terhadap tanda-tanda cedera instalasi seperti bertambahnya keparauan suara, stridor (pernafasan berbunyi). Frekuensi dan dalam respirasi abnormal atau perubahan mental yang disebabkan oleh hipoksia.
-          Syok sirkulasi
Pasien harus dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda awal syok hipovolemik atau kelebihan muatan cairan yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang paling sering dijumpai adalah kekurangan cairan yang dapat berkembang menjadi syok sirkulasi (atau syok distribusi).
-          Gagal ginjal
Haluaran urin yang tidak memadai dapat menunjukkan resusitasi yang tidak adekuat atau awal terjadinya gagal ginjal akut.
-          Sindrom kompartemen
Status neurovaskuler ekstremitas harus dinilai dengan teliti, khususnya jika luka bakar tersebut melingkar (sekumfenensial). Pengkajian ini akan membantu kita untuk mendeteksi gangguan sirkulasi akibat peningkatan edema karena konstriksi yang disebabkan oleh pembentukan esker pada luka bakar derajat tiga.
-          Ileus paralitik
Dilatasi lambung dan ileus paralitik kerapkali terjadi pada periode awal pasca luka bakar. Mual dan distensi abdomen (kembung, meteorasmus) merupakan gejala yang ditemukan.

F.     Konsep Asuhan Keperawatan

  1. Pengkajian
a.       Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
-          Pengetahuan pasien terhadap luka bakar
-          Penyebab luka bakar sekarang ini
-          Bagaimana kejadiannya
-          Apa yang dilakukan
-          Lamanya kontak dan lokasinya
-          Luas dan keadaan luka bakar
-          Ada pendarahan pada daerah luka bakar.
b.      Pola nutrisi metabolik
-          Mual, muntah
-          Demam
-          Frekuensi pemberian makan dan minum dalam sehari

c.       Pola eliminasi
-          Pengeluaran urine, jumlah dan warna
-          Diuresis
d.      Pola aktivitas dan latihan
-          Kelemahan fisik, keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit
-          Penurunan kekuatan otot
-          Sesak nafas
e.       Pola tidur dan istirahat
-          Gangguan pola tidur dan istirahat akibat adanya nyeri
f.       Pola persepsi kognitif
-          Penggunaan alat bantu
-          Gangguan proses berpikir
-          Nyeri pada daerah luka, nyeri hilang timbul
-          Gangguan pengenalan terhadap rasa posisi, sikap tubuh

  1. Diagnosa Keperawatan

Pre Operasi

a.        Kerusakan pertukaran berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas.
b.       Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan edema dan efek inhalasi asap.
c.        Nyeri berhubungan dengan luka bakar.
d.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar.
e.        Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan.
f.        Hipotermi berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka terbuka.
g.       Cemas berhubungan dengan ketakutan dan dampak dari luka bakar.

Post Operasi

a.       Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
b.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler.
c.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respon imun.
d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan nutrisi bagi kesembuhan luka.
e.       Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema luka bakar, rasa nyeri.

  1. Rencana Keperawatan

Pre Operasi

a.       Kerusakan pertukaran berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas.
HYD: Tidak ada dispnea, frekuensi pernafasan 12-20 x/mnt, paru bersih pada auskultasi, saturasi O2 arteri > 96% dengan oksimetri nadi, kadar gas darah arteri dalam batas normal (pH 7,35-7,45, PCO2: 35-45 mmHg, PO2: 75-100 mmHg, HCO3: 24-28 mEq/L)
Intervensi:
1)      Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, trauma dan dalam.
R/  Untuk mengetahui apakah dalam rentang normal, bebas sianosis.
2)      Pantau pasien untuk mendeteksi tanda-tanda hipoksia.
R/  Untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
3)      Amati letak-letak, keadaan luka bakar.
R/  Untuk mengetahui tindakan yang akan dilakukan.
4)      Pantau hasil gas darah arteri (nilai AGD).
R/  Untuk mengetahui data dasar dalam pengkajian status pernafasan dalam pengobatan.
5)      Pantau dengan ketat keadaan pasien yang menggunakan alat ventilator mekanis.
R/  Untuk mencegah terjadinya
6)      Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian O2.
R/  Untuk mencegah hipoksemia/asidosis.

b.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan edema dan efek inhalasi asap.
HYD: Jalan nafas paten dan pola, bunyi nafas normal.
Intervensi:
1)      Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, irama dan dalam.
R/  Untuk mengetahui tindakan lanjut apa yang akan dilakukan.
2)      Berikan posisi semi fowler.
R/  Untuk meningkatkan ekspansi paru sehingga melancarkan pernafasan.
3)      Awasi 24 jam keseimbangan cairan.
R/  Mencegah terjadinya kekurangan/kelebihan cairan.
4)      Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian O2.
R/  Untuk mencegah hipoksemia/asidosis.
5)      Kolaborasi dengan tim medis untuk fisioterapi dada.
R/  Untuk memperbaiki jalan nafas klien sehingga meningkatkan fungsi pernafasan.

c.       Nyeri berhubungan dengan luka bakar.
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi:
1)      Balut luka segera mungkin.
R/  Untuk mencegah tumbuhnya bakteri yang menyebabkan infeksi.
2)      Tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik.
R/  Membantu mengatasi nyeri.
3)      Berikan tempat tidur ayunan sesuai indikasi.
R/  Untuk memberikan rasa nyaman.
4)      Kaji keluhan dan skala nyeri, lokasi.
R/  Untuk menentukan tindakan yang tepat selanjutnya.
5)      Beri lingkungan yang nyaman.
R/  Untuk mengurangi rasa nyeri.
6)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik.
R/  Untuk mengurangi rasa nyeri.

d.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar.
HYD: Penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
Intervensi:
1)      Kaji ukuran, warna, dan kedalaman luka.
R/  Untuk mengetahui apakah terjadi proses infeksi.
2)      Berikan perawatan luka bakar yang tepat.
R/  Untuk mencegah terjadinya infeksi dan membantu proses penyembuhan luka.
3)      Amati tanda infeksi: suhu dan warna.
R/  Untuk menghindari komplikasi.
4)      Anjurkan pasien agar tidak memegang daerah luka bakar.
R/  Agar tidak terkontaminasi dengan kuman yang ada di tangan pasien.
5)      Rubah posisi tiap 4 jam.
R/  Untuk mencegah terjadi kerusakan integritas kulit lebih lanjut.

e.       Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan.
HYD: Volume cairan adekuat, turgor kulit elastis dan mukosa lembab.
Intervensi:
1)      Observasi TTV (TD, N, S, P) tiap 4 jam.
R/  Sebagai tindakan lebih lanjut yang lebih tepat.
2)      Observasi intake-output cairan.
R/  Mengetahui keseimbangan cairan.
3)      Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari.
R/  Untuk mengetahui apakah pasien kekurangan volume cairan.
4)      Kaji perubahan/kesadaran.
R/  Sebagai tanda awal kekurangan volume cairan.
5)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan parenteral.
R/  Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.

f.       Hipotermi berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka terbuka.
HYD: Suhu tubuh normal 36-37oC.
Intervensi:
1)      Observasi TTV (TD, N, S, P) tiap 4 jam.
R/  Sebagai indikator dini dari reaksi hipotermi.
2)      Berikan lingkungan yang hangat.
R/  Memberikan rasa nyaman.
3)      Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500 ml/hari.
R/  Untuk mencegah reaksi hipotermi.

g.      Cemas berhubungan dengan ketakutan dan dampak dari luka bakar.
HYD: Cemas teratasi ditandai dengan wajah pasien tampak tenang, rileks.
Intervensi:
1)      Kaji tingkat kecemasan pasien.
R/  Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan klien.
2)      Berikan penjelasan dan informasi tentang prosedur keperawatan.
R/  Untuk mengurangi kecemasan klien.
3)      Dengarkan keluhan klien.
R/  Meningkatkan rasa percaya dengan perawat.
4)      Libatkan orang terdekat klien dalam proses keperawatan.
R/  Untuk mengurangi rasa cemas pada klien.
5)      Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya.
R/  Untuk mengurangi kecemasan klien.

Post Operasi

a.       Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang dengan intensitas 1-2 dalam waktu 1 minggu.
Intervensi:
1)      Tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik.
R/  Membantu untuk mengatasi nyeri.
2)      Observasi TTV tiap 4 jam.
R/  Peningkatan tanda-tanda vital merupakan indikator dini komplikasi.
3)      Kaji lokasi dan intensitas nyeri, keluhan nyeri, luas luka bakar.
R/  Untuk menentukan tindakan yang tepat selanjutnya.
4)      Ubah posisi setiap 4 jam sesuai indikasi.
R/  Memberikan rasa nyaman.
5)      Berikan lingkungan yang nyaman.
R/  Untuk mengatasi/mengurangi rasa nyeri.
6)      Ganti balutan sesering mungkin.
R/  Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroorganisme yang menghambat penyembuhan luka.
7)      Berikan obat analgesik sesuai indikasi.
R/  Untuk mengurangi rasa nyeri.

b.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler.
HYD: Kebutuhan cairan seimbang, tidak ada tanda-tanda edema.
Intervensi:
1)      Observasi tanda-tanda kekurangan/kelebihan cairan.
R/  Untuk melakukan tindakan lebih dini yang lebih tepat.
2)      Observasi intake-output cairan.
R/  Mengetahui keseimbangan cairan.
3)      Observasi TTV: TD, N, S, P tiap 4 jam.
R/  Sebagai tindakan lebih lanjut yang lebih tepat.
4)      Pemberian obat diuretik misalnya Lasix.
R/  Untuk meningkatkan produksi urine.

c.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respon imun.
HYD: Infeksi tidak terjadi ditandai dengan tidak terjadi peradangan pada daerah luka bakar.
Intervensi:
1)      Observasi tanda-tanda peradangan pada daerah luka bakar.
R/  Sebagai tindakan yang akan dilanjutkan untuk mencegah infeksi.
2)      Jaga kebersihan balutan.
R/  Untuk mencegah terjadinya infeksi.
3)      Ganti balutan sesering mungkin.
R/  Untuk mencegah infeksi dan cepatnya penyembuhan luka.
4)      Observasi TTV: TD, N, S, P tiap 4 jam.
R/  Merupakan indikator dini proses infeksi.
5)      Jaga kebersihan alat tenun.
R/  Untuk mencegah timbulnya bakteri yang mengakibatkan infeksi.

d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan nutrisi bagi kesembuhan luka.
HYD: Kebutuhan nutrisi adekuat, BB normal/ideal.
Intervensi:
1)      Berikan porsi makan kecil tapi sering.
R/  Untuk pemasukan nutrisi yang adekuat.
2)      Timbang BB setiap hari.
R/  Mengetahui penurunan/penaikan BB.
3)      Berikan lingkungan yang nyaman.
R/  Meningkatkan nafsu makan klien.
4)      Berikan makan TKTP sesuai indikasi.
R/  Untuk memenuhi kebutuhan dasar klien dalam nutrisinya.

e.       Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema luka bakar, rasa nyeri.
HYD:
Intervensi:
1)      Ubah posisi setiap 4 jam.
R/  Memberikan rasa nyaman.
2)      Berikan latihan pasif pada pasien.
R/  Untuk mencegah kekakuan pada otot.
3)      Bantu pasien untuk duduk dan ambulasi dini.
R/  Untuk mobilisasi secara bertahap.
4)      Gunakan bidai dan alat-alat latihan yang dianjurkan oleh spesialis terapi.
R/  Untuk meningkatkan klien dalam bermobilisasi.
5)      Dorong kemampuan mandiri sesuai kemampuan pasien.
R/  Untuk memandirikan pasien agar tidak tergantung dengan perawat.



  1. Perencanaan Pulang
Penyuluhan pada pasien dan keluarga:
a.       Menganjurkan pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi yang mengandung protein dan vitamin.
b.       Menganjurkan pasien dan keluarga agar kontrol ke dokter secara teratur untuk melihat keadaan kulit pada daerah luka bakar.
c.       Menganjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan perawatan luka secara teratur.
d.      Menganjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan terapi obat secara teratur dan sesuai instruksi.
e.       Menganjurkan pasien untuk minum 2.000-3.000 cc/hari.
f.        Memberi informasi untuk mempertahankan balutan pada daerah luka bakar agar tetap bersih dan kering.


G.    Patoflodiagram

Terpapar panas, radiasi, bahan kimia, listrik
 

Inhalasi

Iritasi saluran nafas (edema
laring)

Obstruksi
 
Vasodilatasi
Kerusakan jaringan



 
Respon inflamasi


Pelepasan makrofag
 
 

Tekanan hidrostatik
kapiler ­
 

Debridement
 
Kerusakan termoregulasi
 
Peningkatan
permeabilitas
kapiler

Penurunan tekanan
osmotik koloid
pada kompartemen
vaskuler
Edema hipoprotenemia
 
Perpindahan plasma
intravaskuler ke
interstisial
Penurunan curah jantung
 
 

Hemokonsentrasi
sel darah merah

Penurunan perfusi
pada organ-organ besar

Tahanan vaskuler ­
Aliran darah tidak lancar

Bakteri menetap pada kapiler

Reaksi antigen antibodi

(Pelepasan tromboplastin dan pelepasan fibronogen)

Terjadi trombus

Iskemia

Nekrosis
 
 

Aliran darah GI ¯
 

Resiko ileus
 












BAB III
PENGAMATAN KASUS


Nn. Y berumur 15 tahun, agama Islam, suku Jawa, dirawat di unit Lukas kamar 58, sejak tanggal 02 Agustus 2005. Klien sebelumnya dirawat di unit Fransiskus sejak 3 hari yang lalu (30 Agustus 2005). Klien dikirim dari URJSU dengan diagnosa medik : Combotio kedua tungkai Grade II. Saat pengkajian diagnosa mediknya : Post Debridement atas indikasi Combotio kedua tungkai Grade II.
Klien mengatakan alasan dia dibawa ke P.K. Sint Carolus dan sampai dirawat karena sejak 4 hari yang lalu (30 Agustus 2005) klien tertumpah air panas pada saat mengangkat panci yang berisi air mendidih. Kejadian tersebut sekitar pukul jam 05.00 pagi. Air panas yang tumpah mengenai kedua tungkai bagian depan. Setelah kejadian tersebut klien tidak segera dibawa ke rumah sakit terdekat, karena pada saat itu majikan klien sudah pergi ke kantor. Klien mengatakan pada saat tersiram air panas tersebut kulitnya terasa sakit, dan tampak kemerahan, pada saat itu juga klien hanya menaburkan luka dengan garam.
Pada saat pengkajian, KU : tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, TD. 110/70 mmHg, S. 365 oC, P. 14 x/menit, N. 68 x/menit, HR. 68 x/menit, terpasang infus RL + Remopain 30% 8 jam/kolf (15-16 tetes/menit) dan kateter. Balance cairan , input : AP = 1000 cc, BAK = 850 cc, infus = 250 cc, balance = 1250-850 = + 400 cc. Klien mengatakan merasa nyeri pada kedua tungkainya, apabila jika digerakkan intensitas nyeri 4 (nyeri sedang), kedua tungkai dibalut dan terdapat rembesan (luka dalam keadaan lembab), dan klien tidak bisa beraktivitas secara mandiri. Klien juga belum BAB sejak 2 hari yang lalu.
Pemeriksaan yang dilakukan selama dirawat di P.K. Sint Carolus : Tanggal 30-07-2005 : terdapat nilai yang tidak normal : Hemostasis rutin, masa protrombin 17,5. Terapi obat-obatan yang didapat Mefinal 500 3x1 tab, Zegavit 1x1 tab, Kedacilin 2x1 gr IV.
Masalah yang ditemukan pada klien adalah resti kekurangan volume cairan b.d adanya luka bakar, resti infeksi b.d balutan pada kedua tungkai, keterbatasan beraktivitas b.d adanya luka bakar, perubahan pola eliminasi BAB : konstipasi, kurangnya makan serat dan buah b.d immobilisasi, dan nyeri b.d kerusakan integritas kulit.

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS


Setelah melakukan pengamatan dan pengkajian secara langsung pada Nn.Y dengan Post Debridement atas indikasi Combotio kedua tungkai Grade II di Unit Lukas P.K. Sint Carolus, diperoleh persamaan dan perbedaan antara teori dengan kasus. Hal tersebut dapat terlihat sebagai berikut :

1.      Pengkajian
Pada teori disebutkan bahwa penyebab luka bakar ialah listrik (petir, listrik), thermal (air panas, api), chemical dan inhalasi. Luka bakar terbagi atas 4 derajat, yaitu derajat 1 ditandai dengan epidermis mengalami kerusakan, memerah, ketebalan partial kurang dari 15% LPTT, derajat 2 ditandai dengan mengenai epidermis dan dermis terasa nyeri, ketebalan partial 15-25% dari LPTT, melepuh, luka derajat 3 ditandai dengan mengenai lapisan lemak, lapisan epidermis mengalami kerusakan, luka berwarna coklat, putih, merah atau hitam, tidak menimbulkan rasa nyeri, ketebalan partial lebih dari 25% LPTT, luka bakar derajat 4 ditandai kerusakan melebihi subkutan, mencapai otot dan tulang, kering dan tidak menimbulkan nyeri.
Pada Nn. Y terbukti bahwa penyebab luka bakar ini ialah tertumpah air panas, dan keadaan luka pasien terkena bagian depan kedua tungkai. Pasien mengatakan pada saat tersiram air panas kedua tungkai berwarna merah, sakit dan melepuh. Dari penyebab dan tanda gejala pada pasien dapat ditemukan kesamaan pada teori.

2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada teori terdiri atas diagnosa pre operasi dan post operasi. Diagnosa pre operasi antara lain : kerusakan pertukaran gas, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, nyeri, kerusakan integritas kulit, kurang volume cairan, hipotermi dan cemas. Diagnosa post operasi antara lain nyeri, kekurangan volume cairan, resti infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan mobilitas fisik. Pada Nn. Y sudah dilakukan tindakan operasi yaitu debridement untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Sehingga diagnosa yang muncul ialah nyeri, resti infeksi, kekurangan volume cairan, keterbatasan beraktivitas, perubahan pola eliminasi BAB : konstipasi. Diagnosa nyeri diangkat karena adanya keluhan nyeri klien, intensitas 4 (sedang), ekspresi wajah meringis pada saat disuruh mengangkat salah satu tungkai klien. Diagnosa resti kekurangan volume cairan diangkat karena pada klien harus dicegah lebih dini kekurangan cairan. Oleh sebab itu perlu pengawasan ketat dalam observasi balance cairan. Resti infeksi diangkat karena klien baru dilakukan post debridement dan terdapat balutan di kedua kaki. Jadi dalam perawatan dan pembalutan luka bakar ini harus steril. Sedangkan perubahan pola eliminasi BAB : konstipasi diangkat karena pasien belum BAB sejak 2 hari yang lalu, dan keterbatasan beraktivitas diangkat karena adanya luka bakar dan balutan pada kedua tungkai klien tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan memerlukan bantuan perawat. Dari uraian dan penjelasan di atas bahwa diagnosa post op antara teori dan praktek terdapat adanya perbedaan yaitu pada diagnosa post op teori tidak tampak diagnosa keterbatasan aktifitas. 

3.      Perencanaan dan Pelaksanaan Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada Nn. Y dilakukan sesuai rencana yang telah disusun. Berdasarkan teori yang ada pada asuhan keperawatan, pelaksanaan dapat dilakukan tanpa hambatan karena klien cukup kooperatif. Dimana pelaksanaan yang dilakukan pada pasien adalah observasi tanda-tanda vital, membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar, memberikan penyuluhan dan melaksanakan program medik.

4.      Evaluasi
Setelah dilakukan pelaksanaan keperawatan kemudian evaluasi dilakukan. Saat evaluasi, masalah keperawatan yang terjadi pada klien belum teratasi secara keseluruhan mengingat waktu yang terbatas tetapi semua rencana diteruskan sampai semua masalah pada klien terselesaikan, yang akan diteruskan oleh perawat ruangan di unit Lukas.




BAB V
KESIMPULAN


Setelah mempelajari teori dan melakukan pengamatan kasus di lapangan maka penulis dapat menyimpulkan bahwa luka bakar merupakan perlukaan pada daerah kulit dan jaringan lainnya (Donna, 1991, hal. 361). Luka bakar terbagi atas 4 derajat, dan dari data yang didapat 80% kejadian lebih sering terjadi di rumah. Ini sesuai dengan keadaan pasien dimana kejadiannya di rumah akibat tertumpah air panas dan termasuk luka bakar grade II.
Dalam hal ini perlu diperhatikan pada pasien dalam pemenuhan cairan, pemenuhan kebutuhan dasarnya, pencegahan terjadinya infeksi dan mengatasi nyerinya. Oleh sebab itu peran perawat beserta tim medis yang lainnya sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.





















DAFTAR PUSTAKA


Brunner and Suddarth (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Hal. 1912. Alih bahasa : dr. H.Y. Kuncara, Edisi 8. Vol 3. Jakarta : EGC.

C. Long Barbara (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Hal. 640. Buku 3. Bandung : Yayasan IAPK.

Christine Effendy, SKp. (1994). Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilynn E. (1991). Rencana Asuhan Keperawatan. Hal 804. Jakarta: EGC.

Hudak & Gallo (1996). Keperawatan Kritis. Vol. II. Hal. 538. Jakarta : EGC.

Ignatavicius, Donna D. (1991). Medical Surgical Nursing. Hal. 361. Philadelphia: WB. Saunders Company.

Luckman, Sorensens (1993). Medical Surgical Nursing. Fourth edition. Hal. 1985. Philadelphia : WB. Saunders Company.

Sylvia A. Price (1994). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 2. Hal 1260. Jakarta. EGC.

http:www.Apotik2000.net/apotik/luka_bakar

http:www.Kompas.com/ilmupengetahuan.tangal 2-mei-2003.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar