BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Combutio atau luka bakar merupakan
suatu kejadian yang paling sering terjadi di Indonesia dan negara lainnya. Luka
bakar yang terjadi dapat disebabkan oleh panas, listrik ataupun kimia. Dan
kecelakaan luka bakar ini dapat terjadi dimana-mana seperti di rumah, kantor
ataupun tempat umum yang lainnya (mal, terminal). 80% kecelakaan yang
menyebabkan luka bakar terjadi di rumah dan korban yang terbanyak ternyata
anak-anak, entah terkena air panas, tumpahan kuah sayur, api dan lain
sebagainya.
(http://www.apotik2000.net/apotik/luka_bakar).
Cedera luka bakar terutama pada luka
bakar yang dalam dan luas masih merupakan penyebab utama kematian. Oleh sebab
itu penderita luka bakar memerlukan perawatan secara khusus, karena luka bakar
berbeda dengan luka tubuh lain (seperti tusuk, tembak atau sayatan). Ini
disebabkan karena luka bakar terdapat keadaan seperti mengeluarkan banyak air,
serum, darah, terbuka untuk waktu yang lama dan ditempati kuman dengan
patogenitas tinggi (mudah terinfeksi).
Oleh sebab itu, pasien luka bakar
memerlukan penanganan yang serius dimana dalam hal ini peran perawat sangat
penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Selain itu,
diperlukan kerjasama dengan tim medis yang lainnya seperti dokter,
fisioterapis, ahli gizi dan bahkan psikiater.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah :
- Menambah dan memperdalam pengetahuan tentang proses perawatan pada pasien dengan luka bakar.
- Mengamati dan menerapkan asuhan keperawatan secara nyata pada pasien dengan luka bakar.
- Meningkatkan kemampuan perawat dalam menciptakan hubungan yang terapeutik dengan pasien dan keluarga.
C. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
- Studi kepustakaan
Yaitu dengan mempelajari buku-buku
referensi yang berhubungan dengan luka bakar.
- Internet
Yaitu mengambil bahan-bahan dan
data yang berhubungan dengan luka bakar.
- Kasus nyata
Yaitu dengan melakukan pengamatan
kasus langsung kepada kita dengan post debridement atas indikasi luka bakar
grade II.
- Wawancara langsung
Melakukan wawancara pada klien
dengan post debridement yang disebabkan karena luka bakar grade II.
D. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini diawali dengan
kata pengantar, daftar isi, kemudian dilanjutkan dengan Bab I yaitu pendahuluan
yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan. Lalu Bab II yaitu tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep dasar
medik (berupa definisi, klasifikasi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi,
tanda dan gejala, test diagnostik, terapi dan pengelolaan medik, komplikasi;
dan konsep asuhan keperawatan (berisi pengkajian, analisa data, rumusan
diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan
evaluasi keperawatan). Kemudian Bab IV pembahasan kasus, Bab V kesimpulan dan
diakhiri dengan daftar pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
E. Konsep Dasar Medik
- Definisi
-
Luka bakar merupakan perlukaan
pada daerah kulit dan jaringan epitel lainnya (Donna, 1991, hal. 361).
-
Luka bakar ialah perlukaan yang
disebabkan karena kontak atau terpapar dengan zat-zat termal, chemical,
elektrik atau radiasi yang menyebabkan Luka bakar (Luckman and Sorensen’s,
1993, hal 1985).
-
Luka bakar ialah truama pada
kulit yang disebabkan oleh panas tinggi (www.kompas
ilmu pengetahuan.com, Kompas tanggal 2 Mei 2003).
- Klasifikasi
Berdasarkan tingkatnya luka bakar
dibagi atas 4 derajat, yaitu:
a.
Derajat I/luka bakar ketebalan
partial superfisial (superfisial partial thickness burn)/cedera luka bakar
minor.
Epidermis
mengalami kerusakan atau cedera, pada awalnya nyeri dan gatal akibat adanya
stimulasi reseptor sensoris, kering, tampak merah, biasanya akan sembuh dengan
spontan tanpa meninggalkan jaringan parut, sembuh 3-5 hari. Menurut American
Burn Association (1984) cedera luka bakar minor ini adalah ketebalan partial
kurang dari 15% LPTT (luas permukaan tubuh total) pada orang dewasa dan 10%
LPTT pada anak-anak.
b.
Derajat II/Cedera ketebalan
partial dalam (deep dermal partial thickness burn)/cedera luka bakar sedang.
Mengenai
epidermis dan dermis, luka bakar ini akan terasa nyeri dan berwarna merah-pink,
akan membentuk lepuh (bullae) serta edema, luka ini akan sembuh dalam 3-4
minggu. Menurut American Burn Association (1984) cedera luka bakar sedang
adalah cedera ketebalan partial dengan 15 sampai 25% dari LPTT pada orang
dewasa atau 10 sampai 20% LPT pada anak-anak.
Jika
luka ini mengalami infeksi, atau suplai darahnya mengalami gangguan maka luka
ini akan berubah menjadi luka bakar ketebalan penuh.
c.
Derajat II/luka bakar ketebalan
penuh (Full thickness burn)/cedera luka bakar mayor.
Mengenai
lapisan lemak, lapisan epidermis mengalami kerusakan. Luka berwarna coklat,
putih, merah atau hitam, tidak menimbulkan rasa nyeri karena semua reseptor
sensoris telah mengalami kerusakan total. Akan sembuh dalam 3-5 bulan. Menurut
American Burn Association cedera luka bakar mayor merupakan cedera ketebalan
partial lebih dari 25% LPTT pada orang dewasa atau 20% LPTT pada anak-anak.
d.
Derajat IV
Kerusakan
melebihi subkutan dan mencapai otot dan tulang. Terjadi pengelupasan kulit,
keadaan kering dan tidak menimbulkan nyeri.
- Anatomi Fisiologi
Kulit adalah organ tubuh terluas yang
menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma
ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu
untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian
stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian
mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan
kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan
menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan yang memproduksi energi,
panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar
ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin
D. kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan
subkutan.
a)
Lapisan epidermis, terdiri
atas:
-
Stratum korneum, selnya sudah
mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati dan mengandung keratin,
suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk barier terluar kulit dan
mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan
berlebihan dari tubuh.
-
Stratum lusidum. Selnya pipih,
lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki.
-
Stratum granulosum, stratum ini
terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3
lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
-
Stratum spinosum/stratum
akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan terdiri dari 5-8
lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut dan
mempunyai tanduk).
-
Stratum basal/germinatum.
Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal/basis, stratum
basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
b)
Lapisan dermis terbagi menjadi
dua yaitu:
-
Bagian atas, pars papilaris
(stratum papilaris)
Lapisan
ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang
menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
-
Bagian bawah, pars retikularis
(stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah
lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe,
serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut.
c)
Jaringan subkutan atau
hipodermis
Merupakan lapisan kulit yang
terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan adipose yang memberikan
bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tu lang.
Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam
pengaturan suhu tubuh.
Kelenjar Pada Kulit
Kelenjar keringat ditemukan pada
kulit pada sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada
telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu
kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit.
Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus,
skrotum dan labia mayora.
- Etiologi
·
Listrik : voltase aliran, listrik, petir, defibrilator.
·
Thermal : api, air panas, kontak dengan objek panas, berjemur, sinar
ultraviolet (luka bakar karena sinar panas matahari).
·
Chemical : organo phospat, acid (asam), korosi, alkalis.
·
Inhalasi : saluran pernafasan yang terpapar dengan panas yang hebat,
inhalasi zat kimia yang merugikan, merokok dan CO.
- Patofisiologi
Luka bakar disebabkan karena terpapar
panas, radiasi, bahan kimia dan listrik. Sehingga terjadi pengalihan dari suatu
sumber panas kepada tubuh. Akibat adanya rangsangan tersebut maka terjadi
kehilangan barier kulit sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan, dan
berlanjut kerusakan termogulasi. Kehilangan barier kulit ini juga menimbulkan
respon inflamasi yang kemudian terjadi pelepasan makrofag, karena makrofag ini
adalah berperan untuk pertahanan yang penting yang mencakup fagositosis serta
respon imun maka terjadi reaksi antigen-antibody, lalu dari reaksi tersebut
terjadi pelepasan tromboplastin dan fibrinogen sehingga terjadi tromus, iskemia
dan nekrosis.
Segera setelah cedera termal, terjadi
kenaikan nyata pada tekanan hidrostatik kapiler pada jaringan yang cedera,
disertai peningkatan permeabilitas kapiler, hal ini mengakibatkan perpindahan
cairan plasma intravaskular menembus kapiler yang rusak karena panas dalam
daerah interstisial (mengakibatkan edema).
Kehilangan plasma dan protein cairan
mengakibatkan penurunan tekanan osmotik koloid pada kompartemen vaskular
kemudian kebocoran cairan dan elektrolit, kemudian berlanjut pembentukan edema
tambahan pada jaringan yang terbakar dan ke seluruh tubuh.
Kebocoran ini yang terdiri atas
natrium, air dan protein plasma diikuti penurunan curah jantung, maka
terjadilah penurunan perfusi pada organ besar seperti aliran darah ke ginjal
menurun yang akhirnya menyebabkan asidosis metabolik, aliran darah
gastrointestinal menurun akibatnya resiko ileus, begitu pula aliran darah tidak
lancar yang jika tidak segera diatasi menyebabkan nekrosis.
- Tanda dan Gejala
Derajat 1 : Memerah,
menjadi putih jika ditekan, tanpa edema, kesemutan, rasa nyeri reda jika kedinginan, hiperestesia.
Derajat 2 : Melepuh,
dasar luka berbintik-bintik merah, permukaan luka basah, edema, nyeri,
supersensitifitas (sensitif terhadap udara dingin).
Derajat 3 : Kering,
luka berwarna putih, edema, syok, hemature, tak terasa nyeri.
Derajat 4 : Pengelupasan
kulit, kering, tidak menimbulkan nyeri.
- Test Diagnostik
·
Darah lengkap : Menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.
·
AGD : Dasar
penting untuk kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan PaO2 atau PaCO2.
·
Elektrolit serum
·
CoHbg : Peningkatan
lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon monoksida.
·
BUN : Mengetahui
penurunan fungsi ginjal.
·
Toto rontgen dada : Dapat
tampak normal/tidak normal pada pasca luka bakar dini.
·
Bronkoskopi : Berguna dalam diagnosa luas cedera inhalasi hasil dapat meliputi
edema, pendarahan/tukak pada saluran pernafasan atas.
·
Skan paru : Menentukan luasnya cedera inhalasi.
·
EKG : Tanda
iskemia miokardial/disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
·
Fotografi luka bakar : Memberikan
catatan untuk menyembuhkan luka bakar selanjutnya.
- Therapi dan Pengelolaan Medik
-
Pemberian cairan
-
Pemberian analgetik
-
Pemberian antibiotik
-
Perawatan luka dengan
hidroterapi dan penggantian balutan
-
Bedrest
-
Debridement
-
Meningkatkan nutrisi.
- Komplikasi
-
Gagal respirasi yang akut
Perawat harus melakukan pengkajian
lebih lanjut terhadap tanda-tanda cedera instalasi seperti bertambahnya
keparauan suara, stridor (pernafasan berbunyi). Frekuensi dan dalam respirasi
abnormal atau perubahan mental yang disebabkan oleh hipoksia.
-
Syok sirkulasi
Pasien harus dipantau untuk
mendeteksi tanda-tanda awal syok hipovolemik atau kelebihan muatan cairan yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang paling sering dijumpai adalah
kekurangan cairan yang dapat berkembang menjadi syok sirkulasi (atau syok
distribusi).
-
Gagal ginjal
Haluaran urin yang tidak memadai
dapat menunjukkan resusitasi yang tidak adekuat atau awal terjadinya gagal
ginjal akut.
-
Sindrom kompartemen
Status neurovaskuler ekstremitas harus dinilai dengan
teliti, khususnya jika luka bakar tersebut melingkar (sekumfenensial).
Pengkajian ini akan membantu kita untuk mendeteksi gangguan sirkulasi akibat
peningkatan edema karena konstriksi yang disebabkan oleh pembentukan esker pada
luka bakar derajat tiga.
-
Ileus paralitik
Dilatasi lambung dan ileus
paralitik kerapkali terjadi pada periode awal pasca luka bakar. Mual dan
distensi abdomen (kembung, meteorasmus) merupakan gejala yang ditemukan.
F. Konsep Asuhan Keperawatan
- Pengkajian
a.
Pola persepsi dan pemeliharaan
kesehatan
-
Pengetahuan pasien terhadap
luka bakar
-
Penyebab luka bakar sekarang
ini
-
Bagaimana kejadiannya
-
Apa yang dilakukan
-
Lamanya kontak dan lokasinya
-
Luas dan keadaan luka bakar
-
Ada pendarahan pada daerah luka
bakar.
b.
Pola nutrisi metabolik
-
Mual, muntah
-
Demam
-
Frekuensi pemberian makan dan
minum dalam sehari
c.
Pola eliminasi
-
Pengeluaran urine, jumlah dan
warna
-
Diuresis
d.
Pola aktivitas dan latihan
-
Kelemahan fisik, keterbatasan
rentang gerak pada area yang sakit
-
Penurunan kekuatan otot
-
Sesak nafas
e.
Pola tidur dan istirahat
-
Gangguan pola tidur dan
istirahat akibat adanya nyeri
f.
Pola persepsi kognitif
-
Penggunaan alat bantu
-
Gangguan proses berpikir
-
Nyeri pada daerah luka, nyeri
hilang timbul
-
Gangguan pengenalan terhadap
rasa posisi, sikap tubuh
- Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a.
Kerusakan pertukaran
berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi
saluran nafas atas.
b.
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan edema dan efek inhalasi asap.
c.
Nyeri berhubungan dengan luka
bakar.
d.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan luka bakar.
e.
Kurang volume cairan
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan.
f.
Hipotermi berhubungan dengan
gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka terbuka.
g.
Cemas berhubungan dengan
ketakutan dan dampak dari luka bakar.
Post Operasi
a.
Nyeri berhubungan dengan
kerusakan integritas kulit.
b.
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler.
c.
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respon imun.
d.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan nutrisi bagi kesembuhan luka.
e.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan edema luka bakar, rasa nyeri.
- Rencana Keperawatan
Pre Operasi
a.
Kerusakan pertukaran
berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi
saluran nafas atas.
HYD: Tidak ada dispnea, frekuensi pernafasan 12-20 x/mnt, paru bersih
pada auskultasi, saturasi O2 arteri > 96% dengan oksimetri nadi,
kadar gas darah arteri dalam batas normal (pH 7,35-7,45, PCO2: 35-45 mmHg, PO2:
75-100 mmHg, HCO3: 24-28 mEq/L)
Intervensi:
1)
Kaji bunyi nafas, frekuensi
pernafasan, trauma dan dalam.
R/ Untuk
mengetahui apakah dalam rentang normal, bebas sianosis.
2)
Pantau pasien untuk mendeteksi
tanda-tanda hipoksia.
R/ Untuk
melakukan tindakan lebih lanjut.
3)
Amati letak-letak, keadaan luka
bakar.
R/ Untuk
mengetahui tindakan yang akan dilakukan.
4)
Pantau hasil gas darah arteri
(nilai AGD).
R/ Untuk
mengetahui data dasar dalam pengkajian status pernafasan dalam pengobatan.
5)
Pantau dengan ketat keadaan
pasien yang menggunakan alat ventilator mekanis.
R/ Untuk
mencegah terjadinya
6)
Kolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian O2.
R/ Untuk
mencegah hipoksemia/asidosis.
b.
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan edema dan efek inhalasi asap.
HYD: Jalan nafas paten dan pola, bunyi nafas normal.
Intervensi:
1)
Kaji bunyi nafas, frekuensi
pernafasan, irama dan dalam.
R/ Untuk
mengetahui tindakan lanjut apa yang akan dilakukan.
2)
Berikan posisi semi fowler.
R/ Untuk
meningkatkan ekspansi paru sehingga melancarkan pernafasan.
3)
Awasi 24 jam keseimbangan
cairan.
R/ Mencegah
terjadinya kekurangan/kelebihan cairan.
4)
Kolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian O2.
R/ Untuk
mencegah hipoksemia/asidosis.
5)
Kolaborasi dengan tim medis
untuk fisioterapi dada.
R/ Untuk
memperbaiki jalan nafas klien sehingga meningkatkan fungsi pernafasan.
c.
Nyeri berhubungan dengan luka
bakar.
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi:
1)
Balut luka segera mungkin.
R/ Untuk
mencegah tumbuhnya bakteri yang menyebabkan infeksi.
2)
Tinggikan ekstremitas luka
bakar secara periodik.
R/ Membantu
mengatasi nyeri.
3)
Berikan tempat tidur ayunan
sesuai indikasi.
R/ Untuk
memberikan rasa nyaman.
4)
Kaji keluhan dan skala nyeri,
lokasi.
R/ Untuk
menentukan tindakan yang tepat selanjutnya.
5)
Beri lingkungan yang nyaman.
R/ Untuk
mengurangi rasa nyeri.
6)
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat analgetik.
R/ Untuk
mengurangi rasa nyeri.
d.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan luka bakar.
HYD: Penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
Intervensi:
1)
Kaji ukuran, warna, dan
kedalaman luka.
R/ Untuk
mengetahui apakah terjadi proses infeksi.
2)
Berikan perawatan luka bakar
yang tepat.
R/ Untuk
mencegah terjadinya infeksi dan membantu proses penyembuhan luka.
3)
Amati tanda infeksi: suhu dan
warna.
R/ Untuk
menghindari komplikasi.
4)
Anjurkan pasien agar tidak
memegang daerah luka bakar.
R/ Agar
tidak terkontaminasi dengan kuman yang ada di tangan pasien.
5)
Rubah posisi tiap 4 jam.
R/ Untuk
mencegah terjadi kerusakan integritas kulit lebih lanjut.
e.
Kurang volume cairan
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan.
HYD: Volume cairan adekuat, turgor kulit elastis dan mukosa lembab.
Intervensi:
1)
Observasi TTV (TD, N, S, P)
tiap 4 jam.
R/ Sebagai
tindakan lebih lanjut yang lebih tepat.
2)
Observasi intake-output cairan.
R/ Mengetahui
keseimbangan cairan.
3)
Ukur lingkar ekstremitas yang
terbakar tiap hari.
R/ Untuk
mengetahui apakah pasien kekurangan volume cairan.
4)
Kaji perubahan/kesadaran.
R/ Sebagai
tanda awal kekurangan volume cairan.
5)
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian cairan parenteral.
R/ Untuk
memenuhi kebutuhan cairan pasien.
f.
Hipotermi berhubungan dengan
gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka terbuka.
HYD: Suhu tubuh normal 36-37oC.
Intervensi:
1)
Observasi TTV (TD, N, S, P)
tiap 4 jam.
R/ Sebagai
indikator dini dari reaksi hipotermi.
2)
Berikan lingkungan yang hangat.
R/ Memberikan
rasa nyaman.
3)
Anjurkan pasien untuk banyak
minum air putih 2000-2500 ml/hari.
R/ Untuk
mencegah reaksi hipotermi.
g.
Cemas berhubungan dengan
ketakutan dan dampak dari luka bakar.
HYD: Cemas teratasi ditandai dengan wajah pasien tampak tenang,
rileks.
Intervensi:
1)
Kaji tingkat kecemasan pasien.
R/ Untuk
mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan klien.
2)
Berikan penjelasan dan
informasi tentang prosedur keperawatan.
R/ Untuk
mengurangi kecemasan klien.
3)
Dengarkan keluhan klien.
R/ Meningkatkan
rasa percaya dengan perawat.
4)
Libatkan orang terdekat klien
dalam proses keperawatan.
R/ Untuk
mengurangi rasa cemas pada klien.
5)
Berikan kesempatan pada klien
untuk bertanya.
R/ Untuk
mengurangi kecemasan klien.
Post Operasi
a.
Nyeri berhubungan dengan
kerusakan integritas kulit.
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang dengan intensitas 1-2
dalam waktu 1 minggu.
Intervensi:
1)
Tinggikan ekstremitas luka
bakar secara periodik.
R/ Membantu
untuk mengatasi nyeri.
2)
Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Peningkatan
tanda-tanda vital merupakan indikator dini komplikasi.
3)
Kaji lokasi dan intensitas
nyeri, keluhan nyeri, luas luka bakar.
R/ Untuk
menentukan tindakan yang tepat selanjutnya.
4)
Ubah posisi setiap 4 jam sesuai
indikasi.
R/ Memberikan
rasa nyaman.
5)
Berikan lingkungan yang nyaman.
R/ Untuk
mengatasi/mengurangi rasa nyeri.
6)
Ganti balutan sesering mungkin.
R/ Untuk
mencegah terjadinya pertumbuhan mikroorganisme yang menghambat penyembuhan
luka.
7)
Berikan obat analgesik sesuai
indikasi.
R/ Untuk
mengurangi rasa nyeri.
b.
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler.
HYD: Kebutuhan cairan seimbang, tidak ada tanda-tanda edema.
Intervensi:
1)
Observasi tanda-tanda
kekurangan/kelebihan cairan.
R/ Untuk
melakukan tindakan lebih dini yang lebih tepat.
2)
Observasi intake-output cairan.
R/ Mengetahui
keseimbangan cairan.
3)
Observasi TTV: TD, N, S, P tiap
4 jam.
R/ Sebagai
tindakan lebih lanjut yang lebih tepat.
4)
Pemberian obat diuretik
misalnya Lasix.
R/ Untuk
meningkatkan produksi urine.
c.
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respon imun.
HYD: Infeksi tidak terjadi ditandai dengan tidak terjadi peradangan
pada daerah luka bakar.
Intervensi:
1)
Observasi tanda-tanda
peradangan pada daerah luka bakar.
R/ Sebagai
tindakan yang akan dilanjutkan untuk mencegah infeksi.
2)
Jaga kebersihan balutan.
R/ Untuk
mencegah terjadinya infeksi.
3)
Ganti balutan sesering mungkin.
R/ Untuk
mencegah infeksi dan cepatnya penyembuhan luka.
4)
Observasi TTV: TD, N, S, P tiap
4 jam.
R/ Merupakan
indikator dini proses infeksi.
5)
Jaga kebersihan alat tenun.
R/ Untuk
mencegah timbulnya bakteri yang mengakibatkan infeksi.
d.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan nutrisi bagi kesembuhan luka.
HYD: Kebutuhan nutrisi adekuat, BB normal/ideal.
Intervensi:
1)
Berikan porsi makan kecil tapi
sering.
R/ Untuk
pemasukan nutrisi yang adekuat.
2)
Timbang BB setiap hari.
R/ Mengetahui
penurunan/penaikan BB.
3)
Berikan lingkungan yang nyaman.
R/ Meningkatkan
nafsu makan klien.
4)
Berikan makan TKTP sesuai
indikasi.
R/ Untuk
memenuhi kebutuhan dasar klien dalam nutrisinya.
e.
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan edema luka bakar, rasa nyeri.
HYD:
Intervensi:
1)
Ubah posisi setiap 4 jam.
R/ Memberikan
rasa nyaman.
2)
Berikan latihan pasif pada
pasien.
R/ Untuk
mencegah kekakuan pada otot.
3)
Bantu pasien untuk duduk dan
ambulasi dini.
R/ Untuk
mobilisasi secara bertahap.
4)
Gunakan bidai dan alat-alat
latihan yang dianjurkan oleh spesialis terapi.
R/ Untuk
meningkatkan klien dalam bermobilisasi.
5)
Dorong kemampuan mandiri sesuai
kemampuan pasien.
R/ Untuk
memandirikan pasien agar tidak tergantung dengan perawat.
- Perencanaan Pulang
Penyuluhan pada pasien dan
keluarga:
a.
Menganjurkan pasien dan
keluarga untuk mengkonsumsi yang mengandung protein dan vitamin.
b.
Menganjurkan pasien dan
keluarga agar kontrol ke dokter secara teratur untuk melihat keadaan kulit pada
daerah luka bakar.
c.
Menganjurkan pasien dan
keluarga untuk melakukan perawatan luka secara teratur.
d.
Menganjurkan pasien dan
keluarga untuk melakukan terapi obat secara teratur dan sesuai instruksi.
e.
Menganjurkan pasien untuk minum
2.000-3.000 cc/hari.
f.
Memberi informasi untuk
mempertahankan balutan pada daerah luka bakar agar tetap bersih dan kering.
G. Patoflodiagram

|
|
|
||||
Tekanan hidrostatik
|
|
Penurunan tekanan
pada kompartemen
![]() |
|||
|
Perpindahan plasma
intravaskuler ke
|
Hemokonsentrasi
Penurunan perfusi
|
|||
![]() |
|||
Resiko ileus
BAB III
PENGAMATAN KASUS
Nn. Y berumur 15 tahun, agama
Islam, suku Jawa, dirawat di unit Lukas kamar 58, sejak tanggal 02 Agustus
2005. Klien sebelumnya dirawat di unit Fransiskus sejak 3 hari yang lalu (30
Agustus 2005). Klien dikirim dari URJSU dengan diagnosa medik : Combotio kedua
tungkai Grade II. Saat pengkajian diagnosa mediknya : Post Debridement atas
indikasi Combotio kedua tungkai Grade II.
Klien
mengatakan alasan dia dibawa ke P.K. Sint Carolus dan sampai dirawat karena
sejak 4 hari yang lalu (30 Agustus 2005) klien tertumpah air panas pada saat
mengangkat panci yang berisi air mendidih. Kejadian tersebut sekitar pukul jam
05.00 pagi. Air panas yang tumpah mengenai kedua tungkai bagian depan. Setelah
kejadian tersebut klien tidak segera dibawa ke rumah sakit terdekat, karena
pada saat itu majikan klien sudah pergi ke kantor. Klien mengatakan pada saat
tersiram air panas tersebut kulitnya terasa sakit, dan tampak kemerahan, pada
saat itu juga klien hanya menaburkan luka dengan garam.
Pada
saat pengkajian, KU : tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, TD. 110/70
mmHg, S. 365 oC, P. 14 x/menit, N. 68 x/menit, HR. 68 x/menit,
terpasang infus RL + Remopain 30% 8 jam/kolf (15-16 tetes/menit) dan kateter.
Balance cairan , input : AP = 1000 cc, BAK = 850 cc, infus = 250 cc, balance =
1250-850 = + 400 cc. Klien mengatakan merasa nyeri pada kedua tungkainya,
apabila jika digerakkan intensitas nyeri 4 (nyeri sedang), kedua tungkai
dibalut dan terdapat rembesan (luka dalam keadaan lembab), dan klien tidak bisa
beraktivitas secara mandiri. Klien juga belum BAB sejak 2 hari yang lalu.
Pemeriksaan yang dilakukan selama
dirawat di P.K. Sint Carolus : Tanggal 30-07-2005 : terdapat nilai yang tidak
normal : Hemostasis rutin, masa protrombin 17,5. Terapi obat-obatan yang
didapat Mefinal 500 3x1 tab, Zegavit 1x1 tab, Kedacilin 2x1 gr IV.
Masalah yang ditemukan pada klien
adalah resti kekurangan volume cairan b.d adanya luka bakar, resti infeksi b.d
balutan pada kedua tungkai, keterbatasan beraktivitas b.d adanya luka bakar,
perubahan pola eliminasi BAB : konstipasi, kurangnya makan serat dan buah b.d
immobilisasi, dan nyeri b.d kerusakan integritas kulit.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Setelah melakukan pengamatan dan
pengkajian secara langsung pada Nn.Y dengan Post Debridement atas indikasi
Combotio kedua tungkai Grade II di Unit Lukas P.K. Sint Carolus, diperoleh
persamaan dan perbedaan antara teori dengan kasus. Hal tersebut dapat terlihat
sebagai berikut :
1.
Pengkajian
Pada teori disebutkan bahwa penyebab luka bakar ialah listrik
(petir, listrik), thermal (air panas, api), chemical dan inhalasi. Luka bakar
terbagi atas 4 derajat, yaitu derajat 1 ditandai dengan epidermis mengalami
kerusakan, memerah, ketebalan partial kurang dari 15% LPTT, derajat 2 ditandai
dengan mengenai epidermis dan dermis terasa nyeri, ketebalan partial 15-25%
dari LPTT, melepuh, luka derajat 3 ditandai dengan mengenai lapisan lemak,
lapisan epidermis mengalami kerusakan, luka berwarna coklat, putih, merah atau
hitam, tidak menimbulkan rasa nyeri, ketebalan partial lebih dari 25% LPTT,
luka bakar derajat 4 ditandai kerusakan melebihi subkutan, mencapai otot dan
tulang, kering dan tidak menimbulkan nyeri.
Pada Nn. Y terbukti bahwa penyebab luka bakar ini ialah tertumpah
air panas, dan keadaan luka pasien terkena bagian depan kedua tungkai. Pasien
mengatakan pada saat tersiram air panas kedua tungkai berwarna merah, sakit dan
melepuh. Dari penyebab dan tanda gejala pada pasien dapat ditemukan kesamaan
pada teori.
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada teori terdiri atas diagnosa pre operasi
dan post operasi. Diagnosa pre operasi antara lain : kerusakan pertukaran gas,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, nyeri, kerusakan integritas kulit,
kurang volume cairan, hipotermi dan cemas. Diagnosa post operasi antara lain
nyeri, kekurangan volume cairan, resti infeksi, perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, gangguan mobilitas fisik. Pada Nn. Y sudah dilakukan tindakan
operasi yaitu debridement untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Sehingga
diagnosa yang muncul ialah nyeri, resti infeksi, kekurangan volume cairan,
keterbatasan beraktivitas, perubahan pola eliminasi BAB : konstipasi. Diagnosa
nyeri diangkat karena adanya keluhan nyeri klien, intensitas 4 (sedang),
ekspresi wajah meringis pada saat disuruh mengangkat salah satu tungkai klien.
Diagnosa resti kekurangan volume cairan diangkat karena pada klien harus
dicegah lebih dini kekurangan cairan. Oleh sebab itu perlu pengawasan ketat
dalam observasi balance cairan. Resti infeksi diangkat karena klien baru
dilakukan post debridement dan terdapat balutan di kedua kaki. Jadi dalam
perawatan dan pembalutan luka bakar ini harus steril. Sedangkan perubahan pola
eliminasi BAB : konstipasi diangkat karena pasien belum BAB sejak 2 hari yang
lalu, dan keterbatasan beraktivitas diangkat karena adanya luka bakar dan
balutan pada kedua tungkai klien tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan
memerlukan bantuan perawat. Dari uraian dan penjelasan di atas bahwa diagnosa
post op antara teori dan praktek terdapat adanya perbedaan yaitu pada diagnosa
post op teori tidak tampak diagnosa keterbatasan aktifitas.
3.
Perencanaan dan Pelaksanaan Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada Nn. Y dilakukan sesuai
rencana yang telah disusun. Berdasarkan teori yang ada pada asuhan keperawatan,
pelaksanaan dapat dilakukan tanpa hambatan karena klien cukup kooperatif.
Dimana pelaksanaan yang dilakukan pada pasien adalah observasi tanda-tanda
vital, membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar, memberikan penyuluhan dan
melaksanakan program medik.
4.
Evaluasi
Setelah dilakukan pelaksanaan keperawatan kemudian evaluasi
dilakukan. Saat evaluasi, masalah keperawatan yang terjadi pada klien belum
teratasi secara keseluruhan mengingat waktu yang terbatas tetapi semua rencana
diteruskan sampai semua masalah pada klien terselesaikan, yang akan diteruskan
oleh perawat ruangan di unit Lukas.
BAB V
KESIMPULAN
Setelah mempelajari teori dan
melakukan pengamatan kasus di lapangan maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
luka bakar merupakan perlukaan pada daerah kulit dan jaringan lainnya (Donna,
1991, hal. 361). Luka bakar terbagi atas 4 derajat, dan dari data yang didapat
80% kejadian lebih sering terjadi di rumah. Ini sesuai dengan keadaan pasien
dimana kejadiannya di rumah akibat tertumpah air panas dan termasuk luka bakar
grade II.
Dalam hal ini perlu diperhatikan
pada pasien dalam pemenuhan cairan, pemenuhan kebutuhan dasarnya, pencegahan
terjadinya infeksi dan mengatasi nyerinya. Oleh sebab itu peran perawat beserta
tim medis yang lainnya sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth (1997). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Hal. 1912. Alih bahasa : dr. H.Y. Kuncara, Edisi
8. Vol 3. Jakarta : EGC.
C. Long Barbara (1996). Keperawatan
Medikal Bedah. Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Hal. 640. Buku 3.
Bandung : Yayasan IAPK.
Christine Effendy, SKp. (1994). Perawatan
Pasien Luka Bakar. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilynn E. (1991). Rencana
Asuhan Keperawatan. Hal 804. Jakarta: EGC.
Hudak & Gallo (1996). Keperawatan
Kritis. Vol. II. Hal. 538. Jakarta : EGC.
Ignatavicius, Donna D. (1991). Medical
Surgical Nursing. Hal. 361. Philadelphia: WB. Saunders Company.
Luckman, Sorensens (1993). Medical
Surgical Nursing. Fourth edition. Hal. 1985. Philadelphia : WB. Saunders
Company.
Sylvia A. Price (1994). Patofisiologi,
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 2. Hal 1260. Jakarta. EGC.
http:www.Apotik2000.net/apotik/luka_bakar
http:www.Kompas.com/ilmupengetahuan.tangal
2-mei-2003.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar