Sabtu, 19 Mei 2012

Diabetes Melitus Ganggren

BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Gangguan sistem endokrin merupakan suatu gangguan sistem tubuh yang melibatkan banyak aspek. Hal ini disebabkan sistem endokrin dipertimbangkan sebagai salah satu sistem tubuh yang kompleks. Diabetes Melitus sebagai salah satu gangguan sistem endokrin disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan insulin. Ada beberapa jenis DM, tetapi umumnya hanya dua kategori yang dikenal yaitu Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM, Tipe I) dan Non Insulin Independent Diabetes Melitus) (NIDDM, Tipe II). Kemajuan ilmu dan teknologi telah memberikan dampak positif dan negatif dalam kehidupan manusia. Salah satu dampak negatif tersebut adalah meningkatnya jumlah klien dengan DM akibat perubahan pola hidup. Di USA, jumlah klien DM telah meningkat tajam dimana terdapat 8 juta orang mengalami NIDDM, dan 1 juta orang mengalami IDDM serta kemungkinan lebih dari 4 juta orang yang belum terdiagnosa (Golemon dan Gurin 1993). Menurut Black dan Matassarin Jacob (1997) jumlah keseluruhan klien dengan DM adalah 114 juta, tetapi separuh dari jumlah itu belum terdiagnosa. Peningkatan ini juga diyakini telah terjadi di Indonesia.
Perawat berada pada posisi tepat untuk terlibat dalam berbagai aspek pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien DM. Perawat perlu berpartisipasi secara aktif dari sejak pengkajian sampai dengan evaluasi tindakan. Oleh karena itu, peran tenaga keperawatan dalam memberikan keperawatan pada klien ini menjadi sangat penting terutama setelah diagnosis ditegakkan agar komplikasi yang serius tidak terjadi, seperti salah satu contoh gangguan saraf tepi dengan gejala berupa kesemutan, terutama pada kaki di waktu malam sehingga mengganggu tidur, selain itu juga disertai gangguan penglihatan dan kelainan kulit berupa gatal/bisul.




B.   Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk memperdalam pengertian dan pengetahuan tentang proses keperawatan pada pasien dengan DM.
2.      Mengamati secara adekuat dan memberikan asuhan keperawatan secara holistik pada pasien dengan DM.
3.      Meningkatkan kemampuan perawat dalam menciptakan hubungan yang terapeutik dengan pasien dan keluarga.

C.   Metode Penulisan
Metode penulisan kasus ini, penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap pasien yang meliputi: wawancara, observasi maupun catatan yang dilengkapi dengan studi kepustakaan yang ada hubungannya dengan penyakit DM.

D.   Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini diawali dengan kata pengantar dan daftar isi, kemudian dilanjutkan dengan Bab I Pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan. Bab III Tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep medik, yang terdiri dari definisi, klasifikasi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,  pemeriksaan diagnostik, komplikasi dan penatalaksanaan medik, konsep asuhan keperawatan terdiri atas: pengkajian, diagnosa, perencanaan, discharge planning, patoflowdiagram. Bab III memuat pengamatan kasus, yang berisikan pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab IV Pembahasan kasus, Bab V Kesimpulan dan diakhiri dengan daftar pustaka.








BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.   KONSEP MEDIK
1.    Definisi
Diabetes Melitus adalah merupakan penyakit metabolik kronik yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin dengan adanya kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. (Medical Surgical Nursing, Brunner and Suddarth, 1998).
Diabetes Melitus adalah sekumpulan penyakit genetik dan gangguan heterogen yang secara klinis ditandai dengan ketidaknormalan dalam keseimbangan kadar glukosa yaitu hiperglikemia (Lewis, 2000, hal. 1367).
Gangren Dingin (Frosbite) adalah trauma karena terpajan pada suhu pembekuan terhadap cairan dalam sel jaringan dan ruang intraseluler yang menyebabkan kerusakan vaskular, bagian tubuh yang sering terkena adalah kaki, tangan (Brunner and Suddarth, 2002, hal. 2483).
Gangren gas adalah adanya udara bebas dalam jaringan otot yang disebabkan oleh kuman clostridium welchri yang menyebabkan nekrosis jaringan (Ilmu Bedah, Wim De Jong,      ).

2.    Klasifikasi
Berdasarkan tipe, Diabetes Melitus terbagi atas :
a.       DM Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
-          Disebut juga Juvenile Diabetes, berkembang pada masa kanak-kanak dan sebelum usia 30 tahun.
-          Memerlukan therapi insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau produksinya sangat sedikit.
b.      DM Tipe II : Non Insulin Independent Diabetes Melitus (NIDDM)
-          Biasanya terjadi di atas usia 35 tahun ke atas.
-          Terjadi resistensi terhadap kerja insulin normal karena interaksi insulin dengan reseptor. Insulin pada sel kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat masuk sel dan berkurangnya produksi insulin relatif.
3.    Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan salah satu bagian dari sistem endokrin, yang terletak di abdomen bagian tengah, di bawah dan di belakang lambung, di depan vertebral lumbal pertama (L1), panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari duodenum sampai limpa, berat 60-90 gr yang terdiri dari 3 bagian :
a.       Kepala pankreas terletak sebelah kanan abdomen di dalam lingkungan duodenum.
b.      Badan pankreas merupakan bagian utama pankreas yang terletak di sebelah kiri yang sebenarnya menyentuh limpa.
c.       Ekor pankreas, bagian runcing yang terletak di sebelah kiri yang sebenarnya menyentuh limpa.
Struktur pankreas merupakan kumpulan kelenjar yang masing-masing mempunyai saluran. Saluran tersebut menjadi ductus pankreatikus yang akan menjadi ductus koleductus yang diteruskan ke duodenum di bawah pilorus.
Fungsi pankreas :
1)      Fungsi eksokrin : yang membentuk getah pankreas yang berisi enzim pencernaan : pepsin, tripsin dan amilase.
2)      Fungsi endokrin : menghasilkan 3 jenis sel, yaitu :
a)      Sel Alpha : mensekresi glukosa yang berfungsi meningkatkan glukosa darah.
b)      Sel Beta : mensekresi insulin yang mengatur metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dengan meningkatkan permeabilitas sel, sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel.
c)      Sel Delta : mensekresi hormon somatostatin.
Dalam sel-sel tersebut insulin menimbulkan efek :
-          Menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati, otak dalam bentuk glukogen.
-          Meningkatkan penyimpanan lemak dan makanan dalam jaringan adiposa.
-          Mempercepat pengangkatan asam amino (yang berasal dari protein makanan).

4.    Etiologi
DM Tipe I :
a.       Faktor genetik
Terjadi pada individu yang memiliki HLA (Human Leukosit Antigen) yang merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas transplantasi dan proses imun.
b.      Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. (Masih dalam proses penelitian).
c.       Faktor imunologi
Terdapat respon autoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.

DM Tipe II :
a.       Faktor genetik: memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
b.      Faktor usia: resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
c.       Obesitas: berkaitan dengan resistensi insulin, maka kemungkinan besar terjadi gangguan toleransi glukosa.

5.    Patofisiologi
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta di pulau langerhans. Insulin diproduksi terus menerus sesuai tingkat kadar glukosa dalam darah. Pada penderita DM produksi insulin terganggu atau tidak diproduksi. Defisiensi insulin mengakibatkan glukosa tidak dapat masuk sel melalui siklus krebs dan akan mengakibatkan sel mengakomodasi protein dan lemak dari jaringan adipose untuk dipakai sebagai sumber energi. Pemecahan ini akan menghasilkan zat sisa berupa urea dan keton sehingga menimbulkan ketoasidosis.
Pada DM Tipe I (IDDM) adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dan gejala yang pada akhirnya menuju pada proses tahap kerusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin, yaitu kerusakan pada sel langerhans sehingga terjadi penurunan sekresi atau defisiensi insulin sehingga metabolisme insulin menjadi terganggu. Bila sekresi insulin berkurang atau tidak ada, maka konsentrasi glukosa dalam darah akan meningkat (hiperglikemia), keadaan hiperglikemia menyebabkan tekanan extra sel meningkat, karena peningkatan tekanan ini sehingga cairan dari ekstrasel ditarik ke dalam darah sehingga terjadi gangguan reabsorbsi pada ginjal sehingga kemampuan reabsorbsi melebihi batas ambang ginjal dan akan tampak glukosuria akibat dari ginjal tidak dapat menyaring semua glukosa yang keluar, ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin. Ekskresi ini akan disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik) sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Pasien mengalami penurunan berat badan akibat defisiensi insulin menyebabkan gangguan metabolisme protein dan lemak. Oleh karena menurunnya simpanan kalori pasien mengalami banyak makan (polifagia). Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glukogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) yang dapat menyebabkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang akan mengakibatkan peningkatan produksi keton dengan tanda dan gejala : nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas bau aseton, bila tidak ditangani dapat mengakibatkan penurunan kesadaran bahkan kematian. Pemecahan lemak yang tidak sempurna akan menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dan menimbulkan aterosklerosis yang memvasokonstriksi pembuluh darah yang membuat tahanan perifer meningkat akhirnya terjadi peningkatan tekanan darah. Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ ginjal akan terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan hilangnya fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan, parastesia, baal, penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan sirkulasi ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya O2 dan ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II (NIDDM) terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang secara normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

6.    Tanda dan Gejala
DM Tipe I :
a.       Poliuria, polidipsia terjadi akibat konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan yang disebut diuresis osmotik.
b.      Polifagia : akibat menurunnya simpanan kalori dan defisiensi insulin mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.
c.       Kelelahan dan kelemahan.
d.      Nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, perubahan kesadaran, koma bahkan kematian yaitu akibat dari ketoasidosis, yang merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh bila jumlahnya berlebihan.

DM Tipe II :
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lama dan progresif maka DM Tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi dengan gejala ringan seperti :
a.       Kelelahan
b.      Iritabilitas
c.       Poliuria
d.      Polidipsia
e.       Luka pada kulit yang lama sembuh
f.       Luka pada kulit yang lama sembuh
g.      Infeksi vagina
h.      Pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi sekali).

7.    Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan kadar gula darah :
-          Gula darah puasa di atas 140 mg/dl.
-          Gula darah sewaktu di atas 200 mg/dl
-          Gula darah 2 jam PP lebih dari 200 mg/dl
-          Tes toleransi glukosa lebih dari 200 mg/dl
-          HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
-          Urinalisa : glukosuria dan keton uria.

8.    Komplikasi
DM Tipe I
-          DKA (Diabetik Ketoasidosis) : gangguan metabolik yang berat, ditandai dengan adanya hiperglikemia, hiperosmolaritas dan asidosis metabolik terjadi akibat lipolisis yang hasil metabolisme akhirnya adalah badan keton.
DM Tipe II :
-          HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)
Terjadi jika asupan cairan kurang dan dehidrasi, memungkinkan resiko terjadinya koma. Dehidrasi terjadi akibat hiperglikemia, sehingga cairan intrasel berpindah dan ke ekstrasel. Juga karena diuresis osmotik (konsentrasi glukosa darah melebihi ambang ginjal) dapat terjadi kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar.
a.       Perubahan makrovaskuler
Penderita diabetes dapat mengakibatkan perubahan aterosklerosis pada arteri-arteri besar. Penderita NIDDM mengalami perubahan makrovaskuler lebih sering daripada penderita IDDM. Insulin memainkan peranan utama dalam metabolisme lemak dan lipid. Selain itu, diabetes dianggap memberikan peranan sebagai faktor dalam timbulnya hipertensi yang dapat mempercepat aterosklerosis. Pengecilan lumen pembuluh darah besar membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan dan dapat menyebabkan ischemia jaringan, dengan akibatnya timbul berupa penyakit cerebro vascular, penyakit arteri koroner, stenosis arteri renalis dan penyakit-penyakit vascular perifer.
b.      Perubahan mikrovaskuler
Ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh kapiler, sering terjadi pada penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam terjadinya neuropati, retinopati diabetik.
1)      Nefropati
Salah satu akibat dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai dengan adanya proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya penyakit.
2)      Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf otonom, medula spinalis atau sistim saraf pusat.
Neuropati sensorik/neuropati perifer.
Lebih sering mengenai ekstremitas bawah dengan gejala parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa terbakar terutama pada malam hari, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan dengan tubuh) dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-huyung, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui.
3)      Retinopati diabetik
Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang diakibatkan hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.

9.    Therapi dan Penatalaksanaan Medis
a.       Diet
Ditujukan pada pengaturan jumlah kalori dan KH yang dimakan setiap hari. Jumlah kalori yang dianjurkan tergantung pada kebutuhan untuk mempertahankan mengurangi atau mencegah obesitas.
b.      Latihan, berfungsi :
1)      Menurunkan kadar gula dalam darah dengan meningkatkan metabolisme.
2)      Mempermudah transportasi glukosa untuk masuk ke dalam sel.
Yang perlu diperhatikan pada terapi aktifitas :
·         Jangan mulai olahraga jika kadar gula darah rendah.
·         Jangan menggunakan sepatu yang sempit, karena luka sekecil apapun menimbulkan komplikasi yang parah.
c.       Obat
1)      Obat hipoglikemia oral.
Bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk melepaskan yang tersimpan.
2)      Insulin
Reseptor insulin mempunyai 2 fungsi utama :
·         Membedakan bahan lain dengan insulin kemudian mengikatnya dengan cepat.
·         Pembentukan kompleks reseptor insulin akan merangsang rangkaian kejadian intraseluler yang kemudian mengarah terjadinya efek insulin yang karakteristik.

B.  KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.   Pengkajian Post Operasi
a.    Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
-          Riwayat keluarga penderita DM.
-          BB turun pada DM Tipe I.
-          Obesitas pada DM Tipe II.
-          Biasa terjadi pada usia di bawah 30 tahun pada DM Tipe I.
-          Terjadi di atas usia 35 tahun pada DM Tipe II.
b.    Pola nutrisi metabolik
-          Polifagia
-          Polidipsi
-          Mual, muntah
-          Berat badan turun atau obesitas.
c.    Pola eliminasi
-          Poliuria
-          Berkemih pada malam hari.
d.    Pola aktivitas - latihan
-          Keluhan tiba-tiba lemas, cepat lelah.
-          Kurang olahraga
-          Kram otot.
e.    Pola tidur dan istirahat
-          Gangguan pola tidur karena nokturia.
f.     Pola persepsi kognitif
-          Pusing/hipotensi.
-          Nyeri daerah luka operasi/gangguan post amputasi.
-          Baal, kesemutan pada ekstremitas bawah, keluhan gatal.
-          Nyeri abdomen.
-          Pandangan kabur.
g.    Pola persepsi diri - konsep diri
-          Cemas akan luka yang lama sembuh.
-          Mekanisme koping yang tidak efektif : cemas tentang penyakitnya.
h.    Pola peran dan hubungan sesama
-          Hubungan dengan keluarga
-          Hubungan dengan suami istri.
i.     Pola reproduksi - seksual
-          Impotensi pada pria
-          Riwayat libido menurun.

2.   Diagnosa Keperawatan  
a.    Hipoglikemi dan hiperglikemi berhubungan dengan tidak adekuatnya faktor insulin dan insulin yang resisten.
b.    Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran daerah arterial.
c.    Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik tentang proses penyakit, pencegahan, pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
d.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan vaskularisasi/gangguan sirkulasi.
e.    Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi post amputasi.
f.     Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan osmotik diuresis.
g.    Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula dalam darah dan adanya luka post operasi.
h.    Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah serebral yang disebabkan adanya aterosklerosis.
i.     Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan sistemik berhubungan dengan peningkatan tahanan perifer, aterosklerosis.

3.   Perencanaan Keperawatan
a.   Hipoglikemi dan hiperglikemi berhubungan dengan tidak adekuatnya faktor insulin dan insulin yang resisten.
Hasil Yang Diharapkan :        
-          Tidak terjadi hipo/hiperglikemi.
-          Kadar gula darah dalam batas normal : GDS < 140 mg/dl, Gula darah   2 jam PP < 200 mg/dl.
Intervensi :
1.    Kaji intake makanan pasien.
Rasional :   Untuk melihat atau indikasi terjadinya hipoglikemi bila makanan yang dihidangkan tidak habis.
2.    Beri makan sesuai diet.
Rasional :   Mencegah terjadinya hipoglikemi/hiperglikemi.
3.    Amati dan kaji tanda dan gejala hipo/hiperglikemi : pucat, keringat dingin, sakit kepala, gemetaran, cenderung tidur,
Rasional :   Reaksi insulin dapat terjadi secara tiba-tiba yaitu hipo/ hiperglikemi yang dapat berakibat fatal.
4.    Monitor dan catat kadar gula darah perifer, glukosuria.
Rasional :   Menentukan diagnosa dan perencanaan keperawatan selanjutnya.
5.    Beri dan pertahankan pemberian cairan melalui IV (NaCl 0,9%).
Rasional :   Hiperglikemi menyebabkan dehidrasi yang berhubungan dengan efek hiperosmolar.
6.    Beri insulin atau therapi peroral.
Rasional :   Insulin meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel dan menurunkan glukoneogenesis.
b.   Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah arterial.
Hasil Yang Diharapkan :        
Klien menunjukkan kesadaran tentang faktor-faktor keamanan/perawatan kaki yang tepat, permukaan kulit utuh.
Intervensi :
1.    Tinggikan kaki saat duduk di kursi, hindari periode penekanan yang lama pada kaki yang cedera.
Rasional :   Meminimalkan gangguan aliran darah.
2.    Anjurkan pasien untuk menghindari baju atau kaos kaki yang ketat dan sepatu yang sempit.
Rasional :   Gangguan sirkulasi dan penurunan sensasi nyeri dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
3.    Kaji tanda dehidrasi, pantau intake dan output cairan, anjurkan cairan peroral.
Rasional :   Glukosuria dapat mengakibatkan dehidrasi yang menurunkan volume sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan perubahan perfusi perifer.
4.    Jaga luka jahitan tetap bersih dan kering.
Rasional :   Daerah insisi yang bersih dan kering mengurangi resiko infeksi sehingga mempercepat proses penyembuhan luka.

c.   Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik tentang proses penyakit, pencegahan, pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
Hasil Yang Diharapkan :        
Pengetahuan klien meningkat dalam waktu 1 hari dengan kriteria klien dapat menjelaskan kembali tentang perawatan luka operasi, dan pencegahan-pencegahan yang harus dilakukan.
Intervensi :
1.    Beri penjelasan dengan bahasa yang mudah dimengerti sesuai latar belakang pendidikan klien.
Rasional :   Bahasa yang mudah dimengerti membantu dalam pemahaman klien.
2.    Jelaskan pada klien tentang perawatan luka operasi.
Rasional :   Meningkatkan pengetahuan/pemahaman klien tentang perawatan luka operasi.
3.    Jelaskan pada pasien pentingnya pengobatan yang teratur.
Rasional :   Mencegah terjadinya hipo/hiperglikemi.
4.    Tekankan pentingnya aktifitas dan latihan.
Rasional :   Latihan menstimulasi metabolisme karbohidrat, menstabilkan berat badan.

d.   Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan vaskularisasi/gangguan sirkulasi.
Hasil Yang Diharapkan :        
Tidak ada kemerahan di sekitar kulit, luka jahitan bersih dan tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1.    Kaji daerah sekitar kulit.
Rasional :   Pengkajian terus menerus secara berkesinambungan memudahkan deteksi awal jika terjadi gangguan dalam proses penyembuhan luka.
2.    Jaga luka jahitan tetap bersih dan kering.
Rasional :   Daerah operasi yang bersih dan kering mengurangi resiko infeksi sehingga mempercepat proses penyembuhan luka.
3.    Gunakan tehnik aseptik dalam merawat luka.
Rasional :   Mencegah infeksi silang dan mencegah transmisi infeksi bakterial pada luka operasi.
4.    Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
Rasional :   Menurunkan jumlah organisme.

e.   Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi post amputasi.
Hasil Yang Diharapkan :        
Nyeri berkurang dalam waktu 3 hari dengan kriteria ekspresi wajah tampak rileks, tidak kesakitan, klien dapat beristirahat.
Intervensi :
1.    Kaji keluhan dan karakteristik nyeri (intensitas dan lokasi) dan skala 0-10.
Rasional :   Untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2.    Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
Rasional :   Perubahan TTV menunjukkan intensitas nyeri yang tinggi.
3.    Anjurkan dan ajarkan tehnik relaksasi.
Rasional :   Mengurangi rasa nyeri.
4.    Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional :   Lingkungan yang tenang membantu mengurangi stress akibat nyeri.
5.    Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgetik.
Rasional :   Analgetik membantu mengurangi nyeri.

f.   Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan osmotik diuresis.
Hasil Yang Diharapkan :        
Klien tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi ditandai dengan : mukosa lembab, TTV dalam batas normal. TD. 120/80 mmHg, Sh. 36-37 oC.
Intervensi :
1.    Observasi TTV tiap 4 jam.
Rasional :   Hipovolemik mengakibatkan hipoksia dan takikardia.
2.    Kaji membran kulit/membran mukosa dan pengisian kapiler.
Rasional :   Mengetahui hidrasi sirkulasi tubuh yang adekuat.
3.    Kaji tanda-tanda hipovolemik glukosa darah kurang atau sama dengan 60 mg/dl.
Rasional :   mendeteksi tanda hipoglikemia : pucat, takikardia, lapar, palpitasi, lemah, gemetar, pandangan kabur.
4.    Pertahankan pemasukan cairan : 2,5-3 liter/hari.
Rasional :   memenuhi status cairan dalam tubuh.
5.    Kolaborasi tim medik untuk pemeriksaan SE.
Rasional :   penurunan SE mengindikasikan adanya kekurangan elektrolit.

g.   Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah dengan adanya luka post operasi.
Hasil Yang Diharapkan :        
Mencegah atau mengurangi infeksi.
Intervensi :
1.    Observasi tanda-tanda infeksi seperti : demam, nyeri, merah.
Rasional :   Infeksi akan memperlambat proses penyembuhan.
2.    Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
Rasional :   untuk mencegah resiko kontaminasi silang.
3.    Berikan perawatan kulit dan teratur, jaga kulit tetap kering.
Rasional :   sirkulasi perifer bisa terjadi yang menempatkan klien pada resiko terjadinya kerusakan pada kulit dan infeksi.
4.    Kolaborasi dengan medik untuk pemberian antibiotik.
Rasional :   mencegah infeksi lebih lanjut.

4.   Discharge Planning
a.    Memotivasi pasien untuk mematuhi diet yang sudah ditetapkan yakni rendah lemak, rendah glukosa, tinggi serat sebagai cara efektif untuk mengendalikan lemak darah, gula darah dan kolesterol.
b.    Menjelaskan tanda-tanda hipoglikemia (kadar gula darah turun) seperti mengantuk, bingung, lemas, keringat dingin, mual, muntah.
c.    Menjelaskan pentingnya merawat kaki dan mencegah luka seperti tidak memakai sepatu yang sempit, harus memakai alas kaki, hindari kulit yang lembab.
d.    Jaga luka tetap bersih dan kering.
e.    Hindari penekanan yang lama pada kaki yang luka.
f.     Menganjurkan untuk tetap kontrol gula darah secara rutin.
g.    Menganjurkan untuk tetap kontrol gula darah secara rutin.
h.    Menjelaskan jangan menghentikan terapi obat tanpa konsultasi dengan dokter.
i.     Minum obat secara teratur.
j.     Informasikan kepada klien tentang perawatan kaki :
-          Anjurkan/jelaskan pada k lien dan keluarga untuk membersihkan kaki dengan sabun terutama di sela-sela setiap jari.
-          Potong kuku jari kaki mengikuti lekungan jari kaki, jangan memotong kuku berbentuk lurus pada tepinya karena dapat menyebabkan tekanan pada jari-jari yang berdekatan.
-          Hati-hati saat mengikir tepi kuku yang kasar untuk mencegah kerusakan kuku.
-          Hindari merendam kaki berlama-lama, hindari merendam dengan air panas.
-          Gunakan pelembab untuk kulit yang kering.
-          Pakai kaos kaki yang terawat dari bahan yang berkualitas baik.
-          Hindari menyilangkan kaki saat duduk.
-          Anjurkan klien untuk melakukan latihan kaki untuk mempertahankan sirkulasi.
l.     Informasikan kepada klien mengenai alas kaki.
-          Hindari berjalan tanpa alas kaki.
-          Anjurkan klien untuk memakai sepatu yang pas, tidak sempit.
-          Periksa sepatu setiap hari dari benda asing, bagian yang kasar.
-          Hindari memakai kaos kaki yang sempit.
-          Ganti sepatu bila sudah rusak.
-          Gunakan sepatu yang terbuat dari bahan yang menyerap.




















BAB III
PENGAMATAN KASUS


Pada pengamatan kasus, Tn. H, umur 70 tahun, agama Kristen, sudah menikah, dirawat di unit Lukas P.K Sint Carolus, masuk tanggal 24-01-2005, dikirim oleh dokter praktek dengan diagnosa DM + Gangren pada kaki kiri jari ke-3 dan 5, klien mengalami luka di kaki kiri sejak + 1 minggu sebelum masuk RS yang menurut klien dikarenakan sewaktu musim banjir kemarin kakinya terkena air kotor dan klien merasa gatal-gatal, yang tanpa disadari pada malam harinya sewaktu klien tidur kaki tersebut gatal dan klien menggaruknya hingga lama kelamaan menjadi luka. Lalu klien berobat ke dokter praktek dan dianjurkan untuk dirawat.

A.    Pengkajian

Pada saat pengkajian klien dengan diagnosa medis post amputasi jari kaki kiri ke-3 dan 5 atas indikasi DM + Gangren, klien menderita DM sejak + 3-4 tahun yang lalu, menurut pasien keluarganya ada yang menderita DM yaitu neneknya. Selama klien didiagnosa DM, klien rajin kontrol ke dokter dan mendapat therapi pengobatan yaitu Amaryl 1x1 mg sebelum makan pagi. Klien juga rajin kontrol ke dokter tiap 1 bulan sekali, dan klien juga selalu memeriksa kadar gula darah tiap 1 minggu sekali di rumah dengan menggunakan alatnya sendiri, sehingga menurut klien kadar gula darahnya selalu terkontrol dan tidak pernah tinggi. Pasien juga mengeluh sering BAK pada malam hari. Pada saat pengkajian tanggal 04-02-2005 pukul 08.30. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran composmentis, terpasang infus Potacol 8 jam/kolf (15 tetes/menit) pada tangan kiri, klien bedrest karena baru 1 hari post op dengan anestesi spinal, terpasang balutan dan ada rembesan sedikit pada luka operasi. Hasil observasi tanda – tanda vital: TD : 150/90 mmHg, S : 370 C, N : 92 x/mnt, HR : 92 x/mnt, P : 18 x/mnt
Klien mendapat therapi :
Amaryl 1x1 mg AC
Panadol 3x1 tab
Fasorbid 3x5 mg
Tugesal 2x1
Farmabex plus 1x1
Pletaal 2x1
Biopres 1x8 mg
Tarivid 2x400 mg
Dycinone 3x1 amp
Cedantron 3x8 mg
Fosmycin 2x2 gr dalam drip NaCl 0,9% 100 cc selama 2½ jam.
Diet 2000 kalori.
Hasil laboratorium Gula darah tanggal 04-02-2005 jam 06.00
GDS 131 mg/dl.
Hasil Arteriografi :
Aterosklerosis type pangkal a tibialis anterior, proximal, a peronea dan arcus pedis serta a. dorsalis pedis, oklusi distal, a. dorsalis pedis sehingga tidak mengisi aa. digitalis 3-5 kolateral hampir tidak ada.
Hasil Rontgen Thorax : Tidak tampak kelainan.

B.     Diagnosa Keperawatan

Dari pengkajian di atas maka masalah keperawatan yang ditemukan yaitu :
  1. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran arterial.
  2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi amputasi.
  3. Ketidakefektifan management regimen terapeutik tentang proses penyakit, perawatan post operasi berhubungan dengan kurangnya informasi/ pengetahuan.
  4. Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi post amputasi.

C.    Implementasi

Tindakan keperawatan yang diberikan berfokus pada masalah yaitu : memberikan penjelasan bila duduk kaki ditinggikan, jangan melakukan penekanan yang lama pada kaki yang sakit, menjelaskan agar memakai alas kaki dan jangan menggunakan alas kaki yang sempit, menjaga balutan agar tetap kering dan bersih, menganjurkan agar minum obat secara teratur, kontrol gula darah dan check up ke dokter secara rutin, mengajarkan tehnik relaksasi dan memberikan obat analgetik dan antibiotik.

D.    Evaluasi

Setelah melakukan tindakan yang berhubungan dengan masalah klien mengatakan nyeri masih ada dan sudah sedikit berkurang, rasa baal masih ada, klien mengerti dan dapat menjelaskan tentang perawatan post operasi dan pencegahan yang harus dilakukan.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS


Selama melakukan pengamatan langsung pada Tn. H dengan diagnosa Diabetes Melitus + Gangren Jari Kaki Kiri ke-3 dan 5 Post Amputasi di unit Lukas RS. Sint Carolus, penulis dapat membandingkan antara kasus nyata dengan teori yang diterapkan dari pengkajian, pengangkatan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.

A.    Pengkajian

Pada saat pengkajian penulis mendapatkan kesamaan penyebab dan gejala yang ditemukan pada kasus ini adalah pasien dengan DM Tipe II dengan gejala pandangan kabur, rasa baal dan dingin pada kaki, sering terbangun malam hari untuk BAK, merasa haus, luka sulit sembuh. Pasien menderita DM + 3-4 tahun yang lalu.

B.     Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan yang ditemukan dan diangkat pada saat pengkajian sesuai dengan diagnosa teori, yaitu :
  1. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran arterial.
  2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi amputasi.
  3. Ketidakefektifan management regiment terapeutik tentang proses penyakit, perawatan post operasi berhubungan dengan kurangnya informasi/ pengetahuan.
  4. Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi post amputasi.

C.    Perencanaan Keperawatan

Perencanaan yang disusun pada kasus disesuaikan dengan keluhan-keluhan yang ada pada klien yaitu perubahan perfusi jaringan perifer, kerusakan integritas kulit, ketidakefektifan, nyeri.

D.    Implementasi

Perencanaan yang telah disusun sebagian besar sudah dilaksanakan diantaranya : mengobservasi tanda-tanda vital, mengajarkan tehnik relaksasi, memberi penyuluhan tentang perawatan post operasi, diet, pencegahan komplikasi, menjelaskan perawatan pentingnya kuku pendek.

E.     Evaluasi

Saat pengkajian dan pelaksanaan klien cukup kooperatif dan atau bekerja sama dengan perawat : saat evaluasi masalah nyeri sudah berkurang karena sudah mendapat therapi analgetik Tugesal 1 tab, Bellatram 1 amp, pasien dapat menjelaskan kembali tentang penyakit DM, komplikasi, perawatan luka dan diet yang harus dipatuhi.























BAB V
KESIMPULAN


Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik yang mengakibatkan kurangnya produksi insulin dengan adanya kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Penyebab diabetes melitus adalah antara lain genetik, obesitas, rusaknya sel beta langerhans, kurang aktivitas dan lingkungan. DM terbagi atas DM Tipe I (IDDM) adalah dimana terjadi karena ketidakadekuatan insulin. DM Tipe II (NIDDM) terjadi karena resisten insulin. Karakteristik gangguan metabolisme dalam tubuh adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah dengan tanda dan gejala yang sering yaitu poliphagia, polidipsia, poliuria, kelelahan, dan bila ada luka sulit sembuh. Penyakit ini memiliki komplikasi yang serius, hal ini dapat terjadi karena tidak terkontrol kadar gula darah dan kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga baik dalam pengobatan, diit maupun latihan.
Pada kasus Tn. H menderita DM Tipe II yaitu terjadi pada usia senja atau di atas usia 35 tahun dan kurangnya aktifitas, Tn. H juga mengalami komplikasi dari DM yaitu pandangan kabur/katarak dan gangren pada ekstremitas bawah (jari kaki kiri ke-3 dan ke-5). Tn. H menderita DM kurang lebih 3-4 tahun belakangan ini dan mendapat therapi Amaryl 1x1 mg pagi dan diminum secara rutin. Gangren yang terjadi disebabkan karena setelah banjir 1 bulan yang lalu Tn. H merasa kaki gatal dan tanpa disadari malam hari klien menggaruk kakinya sehingga menimbulkan luka. Prinsip utama dalam pengobatan DM adalah mengikuti atau mematuhi diit yang dianjurkan, olahraga secara teratur sesuai dengan usia dan pengobatan secara teratur. Oleh karena itu, sebagai perawat profesional diharapkan mampu memotivasi, menambah pengetahuan pasien dan keluarga dalam hal-hal yang perlu diperhatikan seperti di atas, sehingga komplikasi lebih lanjut dari DM dapat dicegah.







DAFTAR PUSTAKA


Black, Joyce M. M.S.N (1997). Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Continuity of Care, (Fifth Edition). Philadelphia : W.B. Saunders Company.

Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall (2000). Diagnosa Keperawatan, (Edisi keenam). Jakarta : Penerbit EGC.

Ignatavicius, Donna D. (1991). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach W.B Saunders Company.

Luckman and Sorensens (1997). Medical Surgical Nursing, A Psychophysiology Approach. Fourth Edition. W.B. Saunders.

Lewis, Sharon Mantik, R.N. FAAN (2000). Medical Surgical Nursing, (Fifth Edition), St. Louis, Missouri : Mosby Inc.

Price, Sylvia Anderson, Ph.D, R.N (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, (Edisi keempat), Jakarta : EGC.

R. Syamsuhidayat, Wim de Jong (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar