BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Gangguan sistem endokrin merupakan
suatu gangguan sistem tubuh yang melibatkan banyak aspek. Hal ini disebabkan
sistem endokrin dipertimbangkan sebagai salah satu sistem tubuh yang kompleks.
Diabetes Melitus sebagai salah satu gangguan sistem endokrin disebabkan oleh
adanya ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan insulin. Ada beberapa jenis DM,
tetapi umumnya hanya dua kategori yang dikenal yaitu Insulin Dependen Diabetes
Melitus (IDDM, Tipe I) dan Non Insulin Independent Diabetes Melitus) (NIDDM,
Tipe II). Kemajuan ilmu dan teknologi telah memberikan dampak positif dan
negatif dalam kehidupan manusia. Salah satu dampak negatif tersebut adalah
meningkatnya jumlah klien dengan DM akibat perubahan pola hidup. Di USA, jumlah
klien DM telah meningkat tajam dimana terdapat 8 juta orang mengalami NIDDM,
dan 1 juta orang mengalami IDDM serta kemungkinan lebih dari 4 juta orang yang
belum terdiagnosa (Golemon dan Gurin 1993). Menurut Black dan Matassarin Jacob
(1997) jumlah keseluruhan klien dengan DM adalah 114 juta, tetapi separuh dari
jumlah itu belum terdiagnosa. Peningkatan ini juga diyakini telah terjadi di
Indonesia.
Perawat berada pada posisi tepat
untuk terlibat dalam berbagai aspek pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
klien DM. Perawat perlu berpartisipasi secara aktif dari sejak pengkajian
sampai dengan evaluasi tindakan. Oleh karena itu, peran tenaga keperawatan
dalam memberikan keperawatan pada klien ini menjadi sangat penting terutama
setelah diagnosis ditegakkan agar komplikasi yang serius tidak terjadi, seperti
salah satu contoh gangguan saraf tepi dengan gejala berupa kesemutan, terutama
pada kaki di waktu malam sehingga mengganggu tidur, selain itu juga disertai
gangguan penglihatan dan kelainan kulit berupa gatal/bisul.
B. Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk memperdalam pengertian
dan pengetahuan tentang proses keperawatan pada pasien dengan DM.
2.
Mengamati secara adekuat dan
memberikan asuhan keperawatan secara holistik pada pasien dengan DM.
3.
Meningkatkan kemampuan perawat
dalam menciptakan hubungan yang terapeutik dengan pasien dan keluarga.
C. Metode
Penulisan
Metode penulisan kasus ini, penulis
melakukan pengamatan secara langsung terhadap pasien yang meliputi: wawancara,
observasi maupun catatan yang dilengkapi dengan studi kepustakaan yang ada
hubungannya dengan penyakit DM.
D. Sistematika
Penulisan
Penulisan makalah ini diawali dengan
kata pengantar dan daftar isi, kemudian dilanjutkan dengan Bab I Pendahuluan
yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika
penulisan. Bab III Tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep medik, yang
terdiri dari definisi, klasifikasi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi,
tanda dan gejala, pemeriksaan
diagnostik, komplikasi dan penatalaksanaan medik, konsep asuhan keperawatan
terdiri atas: pengkajian, diagnosa, perencanaan, discharge planning,
patoflowdiagram. Bab III memuat pengamatan kasus, yang berisikan pengkajian,
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab IV Pembahasan kasus, Bab V
Kesimpulan dan diakhiri dengan daftar pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP
MEDIK
1. Definisi
Diabetes Melitus adalah merupakan penyakit metabolik
kronik yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin dengan adanya kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. (Medical Surgical Nursing, Brunner
and Suddarth, 1998).
Diabetes Melitus adalah sekumpulan penyakit genetik dan
gangguan heterogen yang secara klinis ditandai dengan ketidaknormalan dalam
keseimbangan kadar glukosa yaitu hiperglikemia (Lewis, 2000, hal. 1367).
Gangren Dingin (Frosbite) adalah trauma karena terpajan
pada suhu pembekuan terhadap cairan dalam sel jaringan dan ruang intraseluler
yang menyebabkan kerusakan vaskular, bagian tubuh yang sering terkena adalah
kaki, tangan (Brunner and Suddarth, 2002, hal. 2483).
Gangren gas adalah adanya udara bebas dalam jaringan
otot yang disebabkan oleh kuman clostridium welchri yang menyebabkan nekrosis
jaringan (Ilmu Bedah, Wim De Jong,
).
2. Klasifikasi
Berdasarkan tipe, Diabetes Melitus terbagi atas :
a.
DM Tipe I : Insulin Dependent
Diabetes Melitus (IDDM)
-
Disebut juga Juvenile Diabetes,
berkembang pada masa kanak-kanak dan sebelum usia 30 tahun.
-
Memerlukan therapi insulin
karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau produksinya sangat
sedikit.
b.
DM Tipe II : Non Insulin
Independent Diabetes Melitus (NIDDM)
-
Biasanya terjadi di atas usia
35 tahun ke atas.
-
Terjadi resistensi terhadap
kerja insulin normal karena interaksi insulin dengan reseptor. Insulin pada sel
kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat masuk sel dan berkurangnya produksi
insulin relatif.
3. Anatomi
Fisiologi
Pankreas merupakan salah satu bagian
dari sistem endokrin, yang terletak di abdomen bagian tengah, di bawah dan di
belakang lambung, di depan vertebral lumbal pertama (L1), panjangnya kira-kira
15 cm, lebar 5 cm mulai dari duodenum sampai limpa, berat 60-90 gr yang terdiri
dari 3 bagian :
a.
Kepala pankreas terletak
sebelah kanan abdomen di dalam lingkungan duodenum.
b.
Badan pankreas merupakan bagian
utama pankreas yang terletak di sebelah kiri yang sebenarnya menyentuh limpa.
c.
Ekor pankreas, bagian runcing
yang terletak di sebelah kiri yang sebenarnya menyentuh limpa.
Struktur pankreas merupakan kumpulan
kelenjar yang masing-masing mempunyai saluran. Saluran tersebut menjadi ductus
pankreatikus yang akan menjadi ductus koleductus yang diteruskan ke duodenum di
bawah pilorus.
Fungsi pankreas :
1)
Fungsi eksokrin : yang
membentuk getah pankreas yang berisi enzim pencernaan : pepsin, tripsin dan
amilase.
2)
Fungsi endokrin : menghasilkan
3 jenis sel, yaitu :
a)
Sel Alpha : mensekresi glukosa
yang berfungsi meningkatkan glukosa darah.
b)
Sel Beta : mensekresi insulin
yang mengatur metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dengan meningkatkan
permeabilitas sel, sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel.
c)
Sel Delta : mensekresi hormon
somatostatin.
Dalam sel-sel tersebut insulin menimbulkan efek :
-
Menstimulasi penyimpanan
glukosa dalam hati, otak dalam bentuk glukogen.
-
Meningkatkan penyimpanan lemak
dan makanan dalam jaringan adiposa.
-
Mempercepat pengangkatan asam
amino (yang berasal dari protein makanan).
4. Etiologi
DM Tipe I :
a.
Faktor genetik
Terjadi pada individu yang memiliki HLA (Human Leukosit Antigen)
yang merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas transplantasi dan
proses imun.
b.
Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta. (Masih dalam proses penelitian).
c.
Faktor imunologi
Terdapat respon autoimun yang merupakan respon abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.
DM Tipe II :
a.
Faktor genetik: memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
b.
Faktor usia: resistensi insulin
cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.
c.
Obesitas: berkaitan dengan
resistensi insulin, maka kemungkinan besar terjadi gangguan toleransi glukosa.
5. Patofisiologi
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta di pulau
langerhans. Insulin diproduksi terus menerus sesuai tingkat kadar glukosa dalam
darah. Pada penderita DM produksi insulin terganggu atau tidak diproduksi.
Defisiensi insulin mengakibatkan glukosa tidak dapat masuk sel melalui siklus
krebs dan akan mengakibatkan sel mengakomodasi protein dan lemak dari jaringan
adipose untuk dipakai sebagai sumber energi. Pemecahan ini akan menghasilkan
zat sisa berupa urea dan keton sehingga menimbulkan ketoasidosis.
Pada DM Tipe I (IDDM) adalah penyakit autoimun yang ditentukan
secara genetik dan gejala yang pada akhirnya menuju pada proses tahap kerusakan
imunologik sel-sel yang memproduksi insulin, yaitu kerusakan pada sel
langerhans sehingga terjadi penurunan sekresi atau defisiensi insulin sehingga
metabolisme insulin menjadi terganggu. Bila sekresi insulin berkurang atau
tidak ada, maka konsentrasi glukosa dalam darah akan meningkat (hiperglikemia),
keadaan hiperglikemia menyebabkan tekanan extra sel meningkat, karena
peningkatan tekanan ini sehingga cairan dari ekstrasel ditarik ke dalam darah
sehingga terjadi gangguan reabsorbsi pada ginjal sehingga kemampuan reabsorbsi
melebihi batas ambang ginjal dan akan tampak glukosuria akibat dari ginjal
tidak dapat menyaring semua glukosa yang keluar, ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urin. Ekskresi ini akan disertai dengan pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik) sebagai akibat dari
kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Pasien mengalami penurunan
berat badan akibat defisiensi insulin menyebabkan gangguan metabolisme protein
dan lemak. Oleh karena menurunnya simpanan kalori pasien mengalami banyak makan
(polifagia). Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glukogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa
baru) yang dapat menyebabkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang akan mengakibatkan peningkatan produksi keton dengan tanda
dan gejala : nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas bau aseton,
bila tidak ditangani dapat mengakibatkan penurunan kesadaran bahkan kematian.
Pemecahan lemak yang tidak sempurna akan menyebabkan peningkatan asam lemak bebas
dan menimbulkan aterosklerosis yang memvasokonstriksi pembuluh darah yang
membuat tahanan perifer meningkat akhirnya terjadi peningkatan tekanan darah.
Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ
ginjal akan terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan hilangnya
fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi
pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk mengakibatkan neuropati
perifer dengan gejala antara lain : kesemutan, parastesia, baal, penurunan
sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan sirkulasi
ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya O2 dan
ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II
(NIDDM) terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang secara
normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam
metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
6. Tanda dan Gejala
DM Tipe I :
a.
Poliuria, polidipsia terjadi
akibat konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan yang disebut diuresis osmotik.
b.
Polifagia : akibat menurunnya
simpanan kalori dan defisiensi insulin mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan.
c.
Kelelahan dan kelemahan.
d.
Nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, napas berbau aseton, perubahan kesadaran, koma bahkan kematian
yaitu akibat dari ketoasidosis, yang merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh bila jumlahnya berlebihan.
DM Tipe II :
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lama dan progresif maka
DM Tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi dengan gejala ringan seperti :
a.
Kelelahan
b.
Iritabilitas
c.
Poliuria
d.
Polidipsia
e.
Luka pada kulit yang lama
sembuh
f.
Luka pada kulit yang lama
sembuh
g.
Infeksi vagina
h.
Pandangan kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi sekali).
7. Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan kadar gula darah :
-
Gula darah puasa di atas 140
mg/dl.
-
Gula darah sewaktu di atas 200
mg/dl
-
Gula darah 2 jam PP lebih dari
200 mg/dl
-
Tes toleransi glukosa lebih
dari 200 mg/dl
-
HBAIC (Glucosated Haemoglobin
AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
-
Urinalisa : glukosuria dan
keton uria.
8. Komplikasi
DM Tipe I
-
DKA (Diabetik Ketoasidosis) :
gangguan metabolik yang berat, ditandai dengan adanya hiperglikemia,
hiperosmolaritas dan asidosis metabolik terjadi akibat lipolisis yang hasil
metabolisme akhirnya adalah badan keton.
DM Tipe II :
-
HHNK (Hiperglikemik
Hiperosmolar Non Ketotik)
Terjadi jika asupan cairan kurang dan
dehidrasi, memungkinkan resiko terjadinya koma. Dehidrasi terjadi akibat
hiperglikemia, sehingga cairan intrasel berpindah dan ke ekstrasel. Juga karena
diuresis osmotik (konsentrasi glukosa darah melebihi ambang ginjal) dapat
terjadi kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar.
a.
Perubahan makrovaskuler
Penderita diabetes dapat mengakibatkan perubahan aterosklerosis pada
arteri-arteri besar. Penderita NIDDM mengalami perubahan makrovaskuler lebih
sering daripada penderita IDDM. Insulin memainkan peranan utama dalam
metabolisme lemak dan lipid. Selain itu, diabetes dianggap memberikan peranan
sebagai faktor dalam timbulnya hipertensi yang dapat mempercepat
aterosklerosis. Pengecilan lumen pembuluh darah besar membahayakan pengiriman
oksigen ke jaringan-jaringan dan dapat menyebabkan ischemia jaringan, dengan
akibatnya timbul berupa penyakit cerebro vascular, penyakit arteri koroner,
stenosis arteri renalis dan penyakit-penyakit vascular perifer.
b.
Perubahan mikrovaskuler
Ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh
kapiler, sering terjadi pada penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam
terjadinya neuropati, retinopati diabetik.
1)
Nefropati
Salah satu akibat dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan
struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah
pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang
ditandai dengan adanya proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan
beratnya penyakit.
2)
Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf
otonom, medula spinalis atau sistim saraf pusat.
Neuropati sensorik/neuropati perifer.
Lebih sering mengenai ekstremitas bawah dengan gejala parastesia
(rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa terbakar terutama pada
malam hari, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta
gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan dengan
tubuh) dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan
gaya berjalan yang terhuyung-huyung, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu
membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada
kaki tanpa diketahui.
3)
Retinopati diabetik
Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina
selain retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak
yang diakibatkan hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
9. Therapi dan
Penatalaksanaan Medis
a.
Diet
Ditujukan pada pengaturan jumlah kalori dan KH yang dimakan setiap
hari. Jumlah kalori yang dianjurkan tergantung pada kebutuhan untuk
mempertahankan mengurangi atau mencegah obesitas.
b.
Latihan, berfungsi :
1)
Menurunkan kadar gula dalam
darah dengan meningkatkan metabolisme.
2)
Mempermudah transportasi
glukosa untuk masuk ke dalam sel.
Yang perlu diperhatikan pada terapi aktifitas :
·
Jangan mulai olahraga jika
kadar gula darah rendah.
·
Jangan menggunakan sepatu yang
sempit, karena luka sekecil apapun menimbulkan komplikasi yang parah.
c.
Obat
1)
Obat hipoglikemia oral.
Bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk melepaskan yang
tersimpan.
2)
Insulin
Reseptor insulin mempunyai 2 fungsi utama :
·
Membedakan bahan lain dengan
insulin kemudian mengikatnya dengan cepat.
·
Pembentukan kompleks reseptor
insulin akan merangsang rangkaian kejadian intraseluler yang kemudian mengarah terjadinya
efek insulin yang karakteristik.
B.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Post Operasi
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan
-
Riwayat keluarga penderita DM.
-
BB turun pada DM Tipe I.
-
Obesitas pada DM Tipe II.
-
Biasa terjadi pada usia di
bawah 30 tahun pada DM Tipe I.
-
Terjadi di atas usia 35 tahun
pada DM Tipe II.
b. Pola nutrisi metabolik
-
Polifagia
-
Polidipsi
-
Mual, muntah
-
Berat badan turun atau
obesitas.
c. Pola eliminasi
-
Poliuria
-
Berkemih pada malam hari.
d. Pola aktivitas - latihan
-
Keluhan tiba-tiba lemas, cepat
lelah.
-
Kurang olahraga
-
Kram otot.
e. Pola tidur dan istirahat
-
Gangguan pola tidur karena
nokturia.
f. Pola persepsi kognitif
-
Pusing/hipotensi.
-
Nyeri daerah luka
operasi/gangguan post amputasi.
-
Baal, kesemutan pada
ekstremitas bawah, keluhan gatal.
-
Nyeri abdomen.
-
Pandangan kabur.
g. Pola persepsi diri - konsep diri
-
Cemas akan luka yang lama
sembuh.
-
Mekanisme koping yang tidak
efektif : cemas tentang penyakitnya.
h. Pola peran dan hubungan sesama
-
Hubungan dengan keluarga
-
Hubungan dengan suami istri.
i. Pola reproduksi - seksual
-
Impotensi pada pria
-
Riwayat libido menurun.
2. Diagnosa
Keperawatan
a. Hipoglikemi dan hiperglikemi berhubungan
dengan tidak adekuatnya faktor insulin dan insulin yang resisten.
b. Perubahan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan aliran daerah arterial.
c. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik
tentang proses penyakit, pencegahan, pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penurunan vaskularisasi/gangguan sirkulasi.
e. Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi
post amputasi.
f. Kurang volume cairan tubuh berhubungan
dengan osmotik diuresis.
g. Potensial terjadinya infeksi berhubungan
dengan tingginya kadar gula dalam darah dan adanya luka post operasi.
h. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah serebral yang disebabkan
adanya aterosklerosis.
i. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan
sistemik berhubungan dengan peningkatan tahanan perifer, aterosklerosis.
3. Perencanaan
Keperawatan
a. Hipoglikemi dan hiperglikemi berhubungan
dengan tidak adekuatnya faktor insulin dan insulin yang resisten.
Hasil Yang
Diharapkan :
-
Tidak terjadi hipo/hiperglikemi.
-
Kadar gula darah dalam batas
normal : GDS < 140 mg/dl, Gula darah
2 jam PP < 200 mg/dl.
Intervensi :
1. Kaji intake makanan pasien.
Rasional : Untuk melihat atau indikasi terjadinya
hipoglikemi bila makanan yang dihidangkan tidak habis.
2. Beri makan sesuai diet.
Rasional : Mencegah terjadinya hipoglikemi/hiperglikemi.
3. Amati dan kaji tanda dan gejala
hipo/hiperglikemi : pucat, keringat dingin, sakit kepala, gemetaran, cenderung
tidur,
Rasional : Reaksi insulin dapat terjadi secara tiba-tiba
yaitu hipo/ hiperglikemi yang dapat berakibat fatal.
4. Monitor dan catat kadar gula darah perifer,
glukosuria.
Rasional : Menentukan diagnosa dan perencanaan
keperawatan selanjutnya.
5. Beri dan pertahankan pemberian cairan melalui
IV (NaCl 0,9%).
Rasional : Hiperglikemi menyebabkan dehidrasi yang
berhubungan dengan efek hiperosmolar.
6. Beri insulin atau therapi peroral.
Rasional : Insulin meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam sel dan menurunkan glukoneogenesis.
b. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan aliran darah arterial.
Hasil Yang
Diharapkan :
Klien menunjukkan kesadaran tentang
faktor-faktor keamanan/perawatan kaki yang tepat, permukaan kulit utuh.
Intervensi :
1. Tinggikan kaki saat duduk di kursi, hindari
periode penekanan yang lama pada kaki yang cedera.
Rasional : Meminimalkan gangguan aliran darah.
2. Anjurkan pasien untuk menghindari baju atau
kaos kaki yang ketat dan sepatu yang sempit.
Rasional : Gangguan sirkulasi dan penurunan sensasi nyeri
dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
3. Kaji tanda dehidrasi, pantau intake dan
output cairan, anjurkan cairan peroral.
Rasional : Glukosuria dapat mengakibatkan dehidrasi yang
menurunkan volume sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan perubahan perfusi
perifer.
4. Jaga luka jahitan tetap bersih dan kering.
Rasional : Daerah insisi yang bersih dan kering
mengurangi resiko infeksi sehingga mempercepat proses penyembuhan luka.
c. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik
tentang proses penyakit, pencegahan, pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi.
Hasil Yang
Diharapkan :
Pengetahuan klien meningkat dalam waktu
1 hari dengan kriteria klien dapat menjelaskan kembali tentang perawatan luka
operasi, dan pencegahan-pencegahan yang harus dilakukan.
Intervensi :
1. Beri penjelasan dengan bahasa yang mudah
dimengerti sesuai latar belakang pendidikan klien.
Rasional : Bahasa yang mudah dimengerti membantu dalam
pemahaman klien.
2. Jelaskan pada klien tentang perawatan luka
operasi.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan/pemahaman klien
tentang perawatan luka operasi.
3. Jelaskan pada pasien pentingnya pengobatan
yang teratur.
Rasional : Mencegah terjadinya hipo/hiperglikemi.
4. Tekankan pentingnya aktifitas dan latihan.
Rasional : Latihan menstimulasi metabolisme karbohidrat,
menstabilkan berat badan.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penurunan vaskularisasi/gangguan sirkulasi.
Hasil Yang
Diharapkan :
Tidak ada kemerahan di sekitar kulit,
luka jahitan bersih dan tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1. Kaji daerah sekitar kulit.
Rasional : Pengkajian terus menerus secara
berkesinambungan memudahkan deteksi awal jika terjadi gangguan dalam proses
penyembuhan luka.
2. Jaga luka jahitan tetap bersih dan kering.
Rasional : Daerah operasi yang bersih dan kering
mengurangi resiko infeksi sehingga mempercepat proses penyembuhan luka.
3. Gunakan tehnik aseptik dalam merawat luka.
Rasional : Mencegah infeksi silang dan mencegah transmisi
infeksi bakterial pada luka operasi.
4. Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
Rasional : Menurunkan jumlah organisme.
e. Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi
post amputasi.
Hasil Yang
Diharapkan :
Nyeri berkurang dalam waktu 3 hari
dengan kriteria ekspresi wajah tampak rileks, tidak kesakitan, klien dapat
beristirahat.
Intervensi :
1. Kaji keluhan dan karakteristik nyeri
(intensitas dan lokasi) dan skala 0-10.
Rasional : Untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
Rasional : Perubahan TTV menunjukkan intensitas nyeri
yang tinggi.
3. Anjurkan dan ajarkan tehnik relaksasi.
Rasional : Mengurangi rasa nyeri.
4. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Lingkungan yang tenang membantu mengurangi
stress akibat nyeri.
5. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian
analgetik.
Rasional : Analgetik membantu mengurangi nyeri.
f. Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan
osmotik diuresis.
Hasil Yang
Diharapkan :
Klien tidak menunjukkan tanda-tanda
dehidrasi ditandai dengan : mukosa lembab, TTV dalam batas normal. TD. 120/80
mmHg, Sh. 36-37 oC.
Intervensi :
1. Observasi TTV tiap 4 jam.
Rasional : Hipovolemik mengakibatkan hipoksia dan
takikardia.
2. Kaji membran kulit/membran mukosa dan
pengisian kapiler.
Rasional : Mengetahui hidrasi sirkulasi tubuh yang
adekuat.
3. Kaji tanda-tanda hipovolemik glukosa darah
kurang atau sama dengan 60 mg/dl.
Rasional : mendeteksi tanda hipoglikemia : pucat,
takikardia, lapar, palpitasi, lemah, gemetar, pandangan kabur.
4. Pertahankan pemasukan cairan : 2,5-3 liter/hari.
Rasional : memenuhi status cairan dalam tubuh.
5. Kolaborasi tim medik untuk pemeriksaan SE.
Rasional : penurunan SE mengindikasikan adanya kekurangan
elektrolit.
g. Potensial terjadinya infeksi berhubungan
dengan tingginya kadar gula darah dengan adanya luka post operasi.
Hasil Yang
Diharapkan :
Mencegah atau
mengurangi infeksi.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi seperti :
demam, nyeri, merah.
Rasional : Infeksi akan memperlambat proses penyembuhan.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan keperawatan.
Rasional : untuk mencegah resiko kontaminasi silang.
3. Berikan perawatan kulit dan teratur, jaga
kulit tetap kering.
Rasional : sirkulasi perifer bisa terjadi yang
menempatkan klien pada resiko terjadinya kerusakan pada kulit dan infeksi.
4. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian
antibiotik.
Rasional : mencegah infeksi lebih lanjut.
4. Discharge
Planning
a. Memotivasi pasien untuk mematuhi diet yang
sudah ditetapkan yakni rendah lemak, rendah glukosa, tinggi serat sebagai cara
efektif untuk mengendalikan lemak darah, gula darah dan kolesterol.
b. Menjelaskan tanda-tanda hipoglikemia (kadar
gula darah turun) seperti mengantuk, bingung, lemas, keringat dingin, mual,
muntah.
c. Menjelaskan pentingnya merawat kaki dan
mencegah luka seperti tidak memakai sepatu yang sempit, harus memakai alas
kaki, hindari kulit yang lembab.
d. Jaga luka tetap bersih dan kering.
e. Hindari penekanan yang lama pada kaki yang
luka.
f. Menganjurkan untuk tetap kontrol gula darah
secara rutin.
g. Menganjurkan untuk tetap kontrol gula darah
secara rutin.
h. Menjelaskan jangan menghentikan terapi obat
tanpa konsultasi dengan dokter.
i. Minum obat secara teratur.
j. Informasikan kepada klien tentang perawatan
kaki :
-
Anjurkan/jelaskan pada k lien
dan keluarga untuk membersihkan kaki dengan sabun terutama di sela-sela setiap
jari.
-
Potong kuku jari kaki mengikuti
lekungan jari kaki, jangan memotong kuku berbentuk lurus pada tepinya karena
dapat menyebabkan tekanan pada jari-jari yang berdekatan.
-
Hati-hati saat mengikir tepi
kuku yang kasar untuk mencegah kerusakan kuku.
-
Hindari merendam kaki
berlama-lama, hindari merendam dengan air panas.
-
Gunakan pelembab untuk kulit
yang kering.
-
Pakai kaos kaki yang terawat
dari bahan yang berkualitas baik.
-
Hindari menyilangkan kaki saat
duduk.
-
Anjurkan klien untuk melakukan
latihan kaki untuk mempertahankan sirkulasi.
l. Informasikan kepada klien mengenai alas
kaki.
-
Hindari berjalan tanpa alas
kaki.
-
Anjurkan klien untuk memakai
sepatu yang pas, tidak sempit.
-
Periksa sepatu setiap hari dari
benda asing, bagian yang kasar.
-
Hindari memakai kaos kaki yang
sempit.
-
Ganti sepatu bila sudah rusak.
-
Gunakan sepatu yang terbuat
dari bahan yang menyerap.
BAB III
PENGAMATAN KASUS
Pada pengamatan kasus, Tn.
H, umur 70 tahun, agama Kristen, sudah menikah, dirawat di unit Lukas P.K Sint
Carolus, masuk tanggal 24-01-2005, dikirim oleh dokter praktek dengan diagnosa
DM + Gangren pada kaki kiri jari ke-3 dan 5, klien mengalami luka di kaki kiri
sejak + 1 minggu sebelum masuk RS yang menurut klien dikarenakan sewaktu
musim banjir kemarin kakinya terkena air kotor dan klien merasa gatal-gatal,
yang tanpa disadari pada malam harinya sewaktu klien tidur kaki tersebut gatal
dan klien menggaruknya hingga lama kelamaan menjadi luka. Lalu klien berobat ke
dokter praktek dan dianjurkan untuk dirawat.
A. Pengkajian
Pada saat pengkajian klien dengan
diagnosa medis post amputasi jari kaki kiri ke-3 dan 5 atas indikasi DM +
Gangren, klien menderita DM sejak + 3-4 tahun yang lalu, menurut pasien
keluarganya ada yang menderita DM yaitu neneknya. Selama klien didiagnosa DM,
klien rajin kontrol ke dokter dan mendapat therapi pengobatan yaitu Amaryl 1x1
mg sebelum makan pagi. Klien juga rajin kontrol ke dokter tiap 1 bulan sekali,
dan klien juga selalu memeriksa kadar gula darah tiap 1 minggu sekali di rumah
dengan menggunakan alatnya sendiri, sehingga menurut klien kadar gula darahnya
selalu terkontrol dan tidak pernah tinggi. Pasien juga mengeluh sering BAK pada
malam hari. Pada saat pengkajian tanggal 04-02-2005 pukul 08.30. Keadaan umum
pasien tampak sakit sedang, kesadaran composmentis, terpasang infus Potacol 8
jam/kolf (15 tetes/menit) pada tangan kiri, klien bedrest karena baru 1 hari
post op dengan anestesi spinal, terpasang balutan dan ada rembesan sedikit pada
luka operasi. Hasil observasi tanda – tanda vital: TD : 150/90 mmHg, S : 370
C, N : 92 x/mnt, HR : 92 x/mnt, P : 18 x/mnt
Klien mendapat therapi :
|
Amaryl 1x1 mg AC
Panadol 3x1 tab
Fasorbid 3x5 mg
Tugesal 2x1
Farmabex plus 1x1
Pletaal 2x1
Biopres 1x8 mg
Tarivid 2x400 mg
Dycinone 3x1 amp
Cedantron 3x8 mg
Fosmycin 2x2 gr dalam drip NaCl 0,9% 100 cc selama 2½ jam.
Diet 2000 kalori.
|
Hasil laboratorium Gula darah tanggal 04-02-2005 jam
06.00
GDS 131 mg/dl.
Hasil Arteriografi :
Aterosklerosis type pangkal a tibialis anterior,
proximal, a peronea dan arcus pedis serta a. dorsalis pedis, oklusi distal, a.
dorsalis pedis sehingga tidak mengisi aa. digitalis 3-5 kolateral hampir tidak
ada.
Hasil Rontgen Thorax : Tidak tampak kelainan.
B. Diagnosa Keperawatan
Dari
pengkajian di atas maka masalah keperawatan yang ditemukan yaitu :
- Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran arterial.
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi amputasi.
- Ketidakefektifan
management regimen terapeutik tentang proses penyakit, perawatan post
operasi berhubungan dengan kurangnya informasi/ pengetahuan.
- Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi post amputasi.
C. Implementasi
Tindakan keperawatan yang diberikan
berfokus pada masalah yaitu : memberikan penjelasan bila duduk kaki
ditinggikan, jangan melakukan penekanan yang lama pada kaki yang sakit,
menjelaskan agar memakai alas kaki dan jangan menggunakan alas kaki yang
sempit, menjaga balutan agar tetap kering dan bersih, menganjurkan agar minum
obat secara teratur, kontrol gula darah dan check up ke dokter secara rutin,
mengajarkan tehnik relaksasi dan memberikan obat analgetik dan antibiotik.
D. Evaluasi
Setelah melakukan tindakan yang
berhubungan dengan masalah klien mengatakan nyeri masih ada dan sudah sedikit
berkurang, rasa baal masih ada, klien mengerti dan dapat menjelaskan tentang
perawatan post operasi dan pencegahan yang harus dilakukan.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Selama melakukan pengamatan langsung pada Tn. H dengan
diagnosa Diabetes Melitus + Gangren Jari Kaki Kiri ke-3 dan 5 Post Amputasi di
unit Lukas RS. Sint Carolus, penulis dapat membandingkan antara kasus nyata
dengan teori yang diterapkan dari pengkajian, pengangkatan diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Pada saat pengkajian penulis
mendapatkan kesamaan penyebab dan gejala yang ditemukan pada kasus ini adalah
pasien dengan DM Tipe II dengan gejala pandangan kabur, rasa baal dan dingin pada
kaki, sering terbangun malam hari untuk BAK, merasa haus, luka sulit sembuh.
Pasien menderita DM + 3-4 tahun yang lalu.
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang ditemukan
dan diangkat pada saat pengkajian sesuai dengan diagnosa teori, yaitu :
- Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran arterial.
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi amputasi.
- Ketidakefektifan management regiment terapeutik tentang proses penyakit, perawatan post operasi berhubungan dengan kurangnya informasi/ pengetahuan.
- Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi post amputasi.
C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan yang disusun pada kasus
disesuaikan dengan keluhan-keluhan yang ada pada klien yaitu perubahan perfusi
jaringan perifer, kerusakan integritas kulit, ketidakefektifan, nyeri.
D. Implementasi
Perencanaan yang telah disusun
sebagian besar sudah dilaksanakan diantaranya : mengobservasi tanda-tanda
vital, mengajarkan tehnik relaksasi, memberi penyuluhan tentang perawatan post
operasi, diet, pencegahan komplikasi, menjelaskan perawatan pentingnya kuku
pendek.
E. Evaluasi
Saat pengkajian dan pelaksanaan
klien cukup kooperatif dan atau bekerja sama dengan perawat : saat evaluasi
masalah nyeri sudah berkurang karena sudah mendapat therapi analgetik Tugesal 1
tab, Bellatram 1 amp, pasien dapat menjelaskan kembali tentang penyakit DM,
komplikasi, perawatan luka dan diet yang harus dipatuhi.
BAB V
KESIMPULAN
Diabetes Melitus merupakan penyakit
kronik yang mengakibatkan kurangnya produksi insulin dengan adanya kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Penyebab diabetes melitus adalah
antara lain genetik, obesitas, rusaknya sel beta langerhans, kurang aktivitas
dan lingkungan. DM terbagi atas DM Tipe I (IDDM) adalah dimana terjadi karena
ketidakadekuatan insulin. DM Tipe II (NIDDM) terjadi karena resisten insulin.
Karakteristik gangguan metabolisme dalam tubuh adalah peningkatan kadar glukosa
dalam darah dengan tanda dan gejala yang sering yaitu poliphagia, polidipsia,
poliuria, kelelahan, dan bila ada luka sulit sembuh. Penyakit ini memiliki
komplikasi yang serius, hal ini dapat terjadi karena tidak terkontrol kadar
gula darah dan kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga baik dalam pengobatan,
diit maupun latihan.
Pada kasus Tn. H menderita DM Tipe II
yaitu terjadi pada usia senja atau di atas usia 35 tahun dan kurangnya
aktifitas, Tn. H juga mengalami komplikasi dari DM yaitu pandangan
kabur/katarak dan gangren pada ekstremitas bawah (jari kaki kiri ke-3 dan
ke-5). Tn. H menderita DM kurang lebih 3-4 tahun belakangan ini dan mendapat
therapi Amaryl 1x1 mg pagi dan diminum secara rutin. Gangren yang terjadi
disebabkan karena setelah banjir 1 bulan yang lalu Tn. H merasa kaki gatal dan
tanpa disadari malam hari klien menggaruk kakinya sehingga menimbulkan luka.
Prinsip utama dalam pengobatan DM adalah mengikuti atau mematuhi diit yang
dianjurkan, olahraga secara teratur sesuai dengan usia dan pengobatan secara
teratur. Oleh karena itu, sebagai perawat profesional diharapkan mampu
memotivasi, menambah pengetahuan pasien dan keluarga dalam hal-hal yang perlu
diperhatikan seperti di atas, sehingga komplikasi lebih lanjut dari DM dapat
dicegah.
DAFTAR
PUSTAKA
Black, Joyce M. M.S.N (1997). Medical Surgical Nursing : Clinical
Management for Continuity of Care, (Fifth Edition). Philadelphia : W.B.
Saunders Company.
Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall (2000). Diagnosa Keperawatan, (Edisi
keenam). Jakarta : Penerbit EGC.
Ignatavicius, Donna D. (1991). Medical Surgical Nursing, A Nursing
Process Approach W.B Saunders Company.
Luckman and Sorensens (1997). Medical Surgical Nursing, A
Psychophysiology Approach. Fourth Edition. W.B. Saunders.
Lewis, Sharon Mantik, R.N. FAAN (2000). Medical Surgical Nursing,
(Fifth Edition), St. Louis, Missouri : Mosby Inc.
Price, Sylvia Anderson, Ph.D, R.N (1995). Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, (Edisi keempat), Jakarta : EGC.
R. Syamsuhidayat, Wim de Jong (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar