BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan dengan jumlah orang yang mencapai usia tua telah menjadi
masalah besar bagi pelayanan psikiatri. Lebih banyak orang hidup sampai tua,
dimana mereka berisiko untuk demensia serta lebih sedikit orang muda ada untuk
merawatnya. Proses penuaan secara normal membawa perubahan mental maupun fisik.
Penurunan intelektual mulai terlihat pada dewasa muda, dan semakin jelas pada
usia tua. Kesulitan mengingat berbentuk lambatnya dan buruknya daya ingat, lupa
senilis yang ringan biasanya lupa nama atau hal lain yang relative tidak
penting. Penuaan juga melibatkan perubahan sosial dan psikologi.
Penuaan fisik dan pensiun dari pekerjaan menimbulkan penarikan diri bertahap dari masyarakat sejalan dengan itu terjadi penyempitan minat dan pandangan ketakmampuan menerima pemikiran baru, kecenderungan memikirkan hal yang lampau dan mempunyai pandangan konservatif.peruabahan ini semakin cepat pada orang tua yang menderita penyakit mental. Penyakit mental pada orang tua sangat bervariasi, maka terjadilah masalah besar, seperti masalah social dan ekonomi maupun medis yang muncul akibat demensia senilis dan demensia multi infark.penyakit ini sering terjadi bahkan meningkat karena populasi orang tua bertambah dan tidak tersedianya tindakan pencegahan atau pengobatan. Banyak orang tua yang menderita demensia juga menderita penyakit fisik penyerta lain.
Lanjut usia atau lansia identik dengan demensia atau pikun dan perlu diketahui bahwa pikun bukanlah hal yang normal pada proses penuaan. Lansia dapat hidup normal tanpa mengalami berbagai gangguan memori dan perubahan tingkah laku seperti yang dialami oleh lansia dengan demensia. Sebagian besar orang mengira orang bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R.J.et al.2003). Hal ini akan menitikberatkan pada demensia yang diderita oleh lansia dan perawatan yang dapat dilakukan keluarga sebagai support system yang penting untuk penderita demensia.
Penuaan fisik dan pensiun dari pekerjaan menimbulkan penarikan diri bertahap dari masyarakat sejalan dengan itu terjadi penyempitan minat dan pandangan ketakmampuan menerima pemikiran baru, kecenderungan memikirkan hal yang lampau dan mempunyai pandangan konservatif.peruabahan ini semakin cepat pada orang tua yang menderita penyakit mental. Penyakit mental pada orang tua sangat bervariasi, maka terjadilah masalah besar, seperti masalah social dan ekonomi maupun medis yang muncul akibat demensia senilis dan demensia multi infark.penyakit ini sering terjadi bahkan meningkat karena populasi orang tua bertambah dan tidak tersedianya tindakan pencegahan atau pengobatan. Banyak orang tua yang menderita demensia juga menderita penyakit fisik penyerta lain.
Lanjut usia atau lansia identik dengan demensia atau pikun dan perlu diketahui bahwa pikun bukanlah hal yang normal pada proses penuaan. Lansia dapat hidup normal tanpa mengalami berbagai gangguan memori dan perubahan tingkah laku seperti yang dialami oleh lansia dengan demensia. Sebagian besar orang mengira orang bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R.J.et al.2003). Hal ini akan menitikberatkan pada demensia yang diderita oleh lansia dan perawatan yang dapat dilakukan keluarga sebagai support system yang penting untuk penderita demensia.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari membuat makalah ini adalah
untuk mengetahui
·
Definisi dari
demensia
·
Epidemiologi
demensia
·
Etiologi dari
demensia
·
Manifestasi
klinis dari dimensia
·
Patofisiologi
dari dimensia
·
Pemeriksaan
·
Komplikasi
·
Penatalaksanaan
BAB II
PEMBAHASAN
DEMENSIA
STEP I
Kata-kata sulit:
-
Disorientasi : tidak nyambung,
tidak sesuai
-
Aterosklerosis : penyumbatan
oleh lemak pada arteri
-
Delirium : keadaan halusinasi
-
Jerky movements : gerakan yang
tak wajar
STEP II
-
Delirium
-
Jerky Movements
-
Aterosklerosis
STEP III
1.
Apa definisi dari demensia?
2.
Etiologi demensia?
3.
Manifestasi klinis demensia?
4.
Hubungan antara demensia dan
delirium, aterosklerosis, hipertensi dan disorientasi?
5.
Hubungan rokok dan alkohol pada
demensia?
6.
Patologis dari demensia?
7.
Prognosis demensia?
8.
Penatalaksanaan demensia?
9.
Bagaimana asuhan
keperawatannya?
STEP IV
![]() |
STEP V
Penatalaksanaan
A.
DEFINISI
Demensia adalah penurunan
kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi
gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian,
danbisa terjadi kemunduran kepribadian. Pada usia muda, demensia bisa terjadi
secara mendadak jika cedera hebat, penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon
monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya
timbul secara perlahan dan menyerang usia diatas 60 tahun. Namun demensia bukan
merupakan bagian dari proses penuaan yang normal.
Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi fungsi. Lupa pada usia lanjut bukn merupakan pertanda dari demensia maupun penyakit Alzameir stadium awal. Demensia merupakan penurunan kemampuan mental yang lebih serius, yang makin lama
makin parah.
Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi fungsi. Lupa pada usia lanjut bukn merupakan pertanda dari demensia maupun penyakit Alzameir stadium awal. Demensia merupakan penurunan kemampuan mental yang lebih serius, yang makin lama
makin parah.
Pada penuaan normal,
seseorang bisa lupa akan hal-hal yang detil tetapi penderitademensia bisa lupa
akan keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. Diagnosis dilaksanakan dengan pemeriksaan klinis, laboratorlum dan pemeriksaan pencitraan (imaging), dimaksudkan untuk mencari penyebab yang bisa diobati. Pengobatan biasanya hanya suportif. Zat penghambat kolines terasa (Cholinesterase inhibitors) bisa memperbaiki fungsi kognitif untuk sementara, dan membuat beberapa obat antipsikotika lebih efektif daripada hanya dengan satu macam obat saja. Demensia bisa terjadi pada setiap umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia (l.k 5% untuk rentang umur 65-74 tahun dan 40% bagi yang berumur >85 tahun).
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. Diagnosis dilaksanakan dengan pemeriksaan klinis, laboratorlum dan pemeriksaan pencitraan (imaging), dimaksudkan untuk mencari penyebab yang bisa diobati. Pengobatan biasanya hanya suportif. Zat penghambat kolines terasa (Cholinesterase inhibitors) bisa memperbaiki fungsi kognitif untuk sementara, dan membuat beberapa obat antipsikotika lebih efektif daripada hanya dengan satu macam obat saja. Demensia bisa terjadi pada setiap umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia (l.k 5% untuk rentang umur 65-74 tahun dan 40% bagi yang berumur >85 tahun).
Kebanyakan mereka dirawat
dalam panti dan menempati sejumlah 50% tempat tidur. Demensia dapat diartikan sebagai gangguan
kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita Demensia seringkali
menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavior
symptom) yang menganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptif)
(Voicer. L., Hurley, A.C., Mahoney, E.1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa
demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang
disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi. Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi. Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.
B.
EPIDEMIOLOGI
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang. Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di Negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer. Insiden dimensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya usia, setelah 65 tahun. Prafalensia demensia meningkat 2 kali lipat setiap pertambahan usia 5 tahun. Secara keseluruhan prevelensi demensia pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6 %. Penyebab sering dimensia di amerika serika dan eropa penyebab tersering demensia di amerika dan eropa adalah penyakit Alzameir sedangkan di asia diperkirakan dimensia vascular merupakan penyebab tersering demensia.
C. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Menurut Umur:
• Demensia senilis (>65th)
• Demensia prasenilis (<65th)
1. Klasifikasi Menurut Umur:
• Demensia senilis (>65th)
• Demensia prasenilis (<65th)
2. Menurut perjalanan penyakit :
• Reversibel
• Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
• Reversibel
• Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
Pada demensia tipe ini terdapat
pembesaran vertrikel dengan meningkatnya cairan serebrospinalis, hal ini
menyebabkan adanya :
· Gangguan gaya
jalan (tidak stabil, menyeret).
·
Inkontinensia urin.
·
Demensia.
3. Menurut kerusakan otak :
• Demensia tipe Alzameir
Dari semua pasien dengan demensia, 50-60% memiliki demensia tipe ini. Prang kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzameir sekitar tahun 1910. Demensia ini di tandai dengan gejala :
• Demensia tipe Alzameir
Dari semua pasien dengan demensia, 50-60% memiliki demensia tipe ini. Prang kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzameir sekitar tahun 1910. Demensia ini di tandai dengan gejala :
1. Penurunan fungsi kongnitif
dengan onset bertahap dan progresif
2. Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afaksia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi eksekutif.
3. Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru.
Penyakit Alzheimer terbagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya detorisasi intelektual, yaitu:
1. Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami.
2. Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afaksia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi eksekutif.
3. Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru.
Penyakit Alzheimer terbagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya detorisasi intelektual, yaitu:
1. Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami.
2. Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya
antara lain :
Disorientasi gangguan bahasa (afasia) : penderita mudah bingung penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah
melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%.
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya
antara lain :
Disorientasi gangguan bahasa (afasia) : penderita mudah bingung penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah
melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%.
3. Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya antara lain:
a. Penderita menjadi vegetative.
b. tidak bergerak dan membisu.
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya antara lain:
a. Penderita menjadi vegetative.
b. tidak bergerak dan membisu.
c. daya intelektual serta memori
memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri.
d. tidak bisa mengendalikan buang air besar/kecil.
e. kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain.
f. kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
d. tidak bisa mengendalikan buang air besar/kecil.
e. kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain.
f. kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe vaskuler, disebabkan oleh
gangguan sirkulasi darah di otak. Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke
dapat berakibat terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi
tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu
dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai
pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan
penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia
vaskuler.
Dibawah ini
merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuker, diantaranya:
Kelainan sebagai penyebab Demensia :
Kelainan sebagai penyebab Demensia :
• penyakit
degenaratif
• penyakit serebrovaskuler
• keadaan
anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
• trauma otak
• infeksi
(Aids, ensefalitis, sifilis)
•
Hidrosefaulus normotensif
• Tumor
primer atau metastasis
• Autoimun,
vaskulitif
• Multiple
sclerosis
• Toksik
• kelainan
lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi
Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi
Gangguan psiatrik :
• Depresi
• Anxietas
• Psikosis
Obat-obatan :
•
Psikofarmaka
• Antiaritmia
•
Antihipertensi
•
Antikonvulsan
• Digitalis
Gangguan nutrisi:
• Defisiensi
B6 (Pelagra)
• Defisiensi
B12
• Defisiensi
asam folat
•
Marchiava-bignami disease
Gangguan metabolisme :
•
Hiper/hipotiroidi
•
Hiperkalsemia
•
Hiper/hiponatremia
•
Hiopoglikemia
•
Hiperlipidemia
• Hipercapnia
• Gagal
ginjal
• Sindromk
Cushing
• Addison’s
disesse
•
Hippotituitaria
• Efek remote
penyakit kanker
D.
ETIOLOGI
Yang paling sering menyebabkan demensia adalah penyakit Alzheimer. Penyebab
penyakit Alzheimer tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik, karena
penyakit ini tampaknya ditemukan dalam beberapa keluarga dan disebabkan atau dipengaruhi
oleh beberapa kelainan gen tertentu. Pada penyakit Alzheimer, beberapa bagian
otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel danberkurangnya
respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam
otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang
semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. Demensia sosok
Lewy sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam
perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak. Penyebab ke-2 tersering dari
demensia adalah serangan stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal ukurannya
kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara
perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak,
daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut
infark. Demensia yang berasal dari beberapa stroke kecil disebut demensia
multi-infark. Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau
kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
E.
Manifestasi
Klinis
1.
Menurunnya daya
ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian
yang tidak bisa lepas.
2.
Gangguan
orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat
penderita demensia berada
3.
Penurunan dan
ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang
tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama
berkali-kali
4.
Ekspresi yang
berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi,
marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa
perasaan-perasaan tersebut muncul.
5.
Adanya
perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
6.
Seluruh jajaran
fungsi kognitif rusak.
7.
Awalnya
gangguan daya ingat jangka pendek.
8.
Gangguan kepribadian dan perilaku, mood swings
9.
Defisit
neurologik motor & fokal
10.
Mudah
tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang
11.
Gangguan
psikotik: halusinasi, ilusi, waham & paranoia
12.
Agnosia,
apraxia, afasia
13.
ADL (Activities
of Daily Living)susah
14.
Kesulitan
mengatur penggunaan keuangan
15.
Tidak bisa
pulang ke rumah bila bepergian
16.
Lupa meletakkan
barang penting
17.
Sulit mandi,
makan, berpakaian, toileting
18.
Pasien bisa
berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang
19.
Mudah terjatuh,
keseimbangan buruk
20.
Akhirnya
lumpuh, inkontinensia urine & alvi
21.
Tak dapat makan
dan menelan
22.
Koma dan
kematian.
F.
PATOFISIOLOGI
Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua per tiga kasus demensia.
Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun tampaknya
genetika berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yang pernah popular, tetapi
saat ini kurang mendukung, antara lain adalah efek toksik dari aluminium, virus
yang berkembang perlahan sehingga menimbulkan respon atau imun, atau defisiensi
biokimia. Dr. Alois Alzheimer pertama kali mendeskripsikan dua jenis struktur
abnormal yang ditemukan pada otak mayat yang menderita penyakit Alzheimer:plak
amiloid dan kekusutan neurofibril trdapat juga penurunan neurotransmitter
tertentu, terutama asetilkolin. Area otak yang terkena penyakit Alzheimer
terutama adalah korteks serebri dan hipokampus, keduanya merupakan bagian
penting dalam fungsi kognitif dan memori.
Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amiloid berasal dari
protei yang lebih besar, protein precursor amiloid (amyloid precursor
protein[APP]). Keluarga-keluarga dngan awitan dini penyakit Alzheimer yang
tampak sebagaisesuatu yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa
diantaranya mengalami mutasi pada gen APP-nya. Mutasi genAPP lainnya yang
berkaitan dengan awitan lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah
diidentifikasi. Terdapat peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer
dengan menurunnya alel apo E4 pada kromosom 19. Simpul neurofibriler adalah
sekumpulan serat-serat sel saraf yang saling berpilin,yang disebut pasangan
filamen heliks. Peran spesifik dari simpul tersebut pada penyakit ini sedang
diteliti. Asetilkolin dan neurotransmiter merupakan zat kimia yang diperlukan
untuk mengirim pesan melewati system saraf. Deficit neurotransmiter menyebabkan
pemecahan proses komunikasi yang kompleks di antara sel-sel pada system saraf.
Tau dalah protein dalam cairan srebrospinal yang jumlahnya sudah meningkat
sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal. Temuan-temuan yang ada menunjukan
bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat selular, dengan atau menjadi
penanda molecular di sel-sel tersebut.
Demensia multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang paling banyak
terjadi. Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskular yang seperti
namanya, berkembang menjadi infark multiple di otak. Namun, tidak semua orang
yang menderita infark serebral multiple mengalami demensia. Dalam
perbandingannya dengan penderita penyakit Alzheimer, orang-orang dengan
demensia multi infark mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari
sekedar deteriorasi linear pada kognisi dan fungsi, dan dapat menunjukan
beberapa perbaikan di antara peristiwa-peristiwa serebrovaskular.
Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita perjalanan
penyakiy yang lama dan parah akan mengalami demensia. Pada satu studi,
pasien-pasien diamati selama 15 sampai 18 tahun setelah memasuki program
pengobatan levodopa, dan 80% di antaranya menderita demensia sedang atau [parah
sebelum akhirnya meninggal dunia. (Mickey Stanley, 2006)
Diagnosis Banding
Diagnosis difokuskan pada hal-hal
berikut ini:
·
Demensia Tipe
Alzheimer lawan Demensia vaskuler
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer
dengan adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit
serebrovaskuler seiring berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas,
kemerosotan yang bertahap tersebut tidak secara nyata ditemui pada seluruh
kasus. Gejala neurologis fokal lebih sering ditemui pada demensia vaskuler
daripada demensia tipe Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan patokan adanya
faktor risiko penyakit serebrovaskuler.
·
Demensia
Vaskuler lawan Transient Ishemic Attacks
Transient ischemic attacks (TIA) adalah
suatu episode singkat dari disfungsi neurologis fokal yang terjadi selama
kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15 menit). Meskipun berbagai mekanisme
dapat mungkin terjadi, episode TIA biasanya disebabkan oleh mikroemboli dari
lesi arteri intrakranial yang mengakibatkan terjadinya iskemia otak sementara,
dan gejala tersebut biasanya menghilang tanpa perubahan patologis jaringan
parenkim. Sekitar sepertiga pasien dengan TIA yang tidak mendapatkan terapi
mengalami infark serebri di kemudian hari, dengan demikian pengenalan adanya
TIA merupakan strategi klinis penting untuk mencegah infark serebri. Dokter
harus membedakan antara episode TIA yang mengenai sistem vertebrobasiler dan
sistem karotis. Secara umum, gejala penyakit sistem vertebrobasiler
mencerminkan adanya gangguan fungsional baik pada batang otak maupun lobus
oksipital, sedangkan distribusi sistem karotis mencerminkan gejala-gejala
gangguan penglihatan unilateral atau kelainan hemisferik. Terapi antikoagulan,
dengan obat-obat antipletelet agregasi seperti aspirin dan bedah reksonstruksi
vaskuler ekstra dan intrakranial efektif untuk menurunkan risiko infark serebri
pada pasien dengan TIA.
G.
Pemeriksaan
Demensia (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003)
Diagnosis klinis tetap merupakan pendekatan yang paling baik karena sampai
saat ini belum ada pemeriksaan elektrofisiologis, neuro imaging dan pemeriksaan
lain untuk menegakkan demensia secara pasti. Beberapa langkah praktis yang
dapat dilakukan antara lain :
1. Riwayat medik
umum
Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami gangguan medik yang dapat
menyebabkan demensia seperti hipotiroidism, neoplasma, infeksi kronik. Penyakit
jantung koroner, gangguan katup jantung, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes
dan arteriosklerosis perifer mengarah ke demensia vaskular. Pada saat wawancara
biasanya pada penderita demensia sering menoleh yang disebut head turning
sign.
2. Riwayat neurologi umum
Tujuan anamnesis riwayat neurologi adalah untuk mengetahui kondisi-kondisi
khusus penyebab demensia seperti riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi
susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor
atauhidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik, sensorik,
gangguan berjalan, nyeri kepala saat awitan demesia lebih mengindikasikan
kelainan struktural dari pada sebab degeneratif.
3. Riwayat neurobehavioral
Anamnesa kelainan neurobehavioral penting untuk diagnosis demensia atau
tidaknya seseorang. Ini meliputi komponen memori. (memori jangka pendek dan memori
jangka panjang) orientasi ruang dan waktu, kesulitan bahasa, fungsi eksekutif,
kemampuan mengenal wajah orang, bepergian, mengurus uang dan membuat keputusan.
4. Riwayat psikiatrik
Riwayat psikiatrik berguna untuk menentukan apakah penyandang pernah
mengalami gangguan psikiatrik sebelumnya. Perlu ditekankan ada tidaknya riwayat
depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi,
halusinasi, dan pikiran paranoid. Gangguan depresi juga dapat menurunkan fungsi
kognitif, hal ini disebut pseudodemensia.
5. Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan
Intoksikasi aluminium telah lama dikaitkan dengan ensefalopati toksik dan
gangguan kognitif walaupun laporan yang ada masih inkonsisten. Defisiensi
nutrisi, alkoholism kronik perlu menjadi pertimbangan walau tidak spesifik
untuk demensia Alzheimer. Perlu diketahui bahwa anti depresan golongan
trisiklik dan anti kolinergik dapat menurunkan fungsi kognitif.
6. Riwayat keluarga
Pemeriksaan harus menggali kemungkinan insiden demensia di keluarga,
terutama hubungan keluarga langsung, atau penyakit neurologik, psikiatrik.
7. Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan untuk deteksi demensia harus meliputi pemeriksaan fisik umum,
pemeriksaan neurologis, pemeriksaan neuropsikologis, pemeriksaan status
fungsional dan pemeriksaan psikiatrik.
Pemeriksaan penunjang (Asosiasi
Alzheimer Indonesia,2003)
1. Pemeriksaan
laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu
diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia
khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia
adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan
laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin
dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit
serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan
MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam
pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak
memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada
Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks
periodik.
4. Pemeriksaan
cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas,
demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+),
penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik
yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel
mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara
penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan
pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas
sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. .(Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003). Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan
pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang
mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem
solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang
sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya
syarat pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
§ mampu menyaring secara cepat suatu populasi
§ mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan
demensia. (Sjahrir,1999)
Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah
test yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003
;Boustani,2003 ;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk mendeteksi
gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003)
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering
dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam
mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan
kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan
mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan
tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling rendah 24
masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan resiko
untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003). Pada penelitian Crum R.M
1993 didapatkan median skor MMSE adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor
25 untuk yang > 80 tahun, dan median skor 29 untuk yang lama pendidikannya
>9 tahun, 26 untuk yang berpendidikan 5-8 tahun dan 22 untuk yang
berpendidikan 0-4 tahun. Clinical Dementia Rating (CDR) merupakan suatu
pemeriksaan umum pada demensia dan sering digunakan dan ini juga merupakan
suatu metode yang dapat menilai derajat demensia ke dalam beberapa tingkatan.
(Burns,2002). Penilaian fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6 kategori antara
lain gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan, aktivitas
sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan diri. Nilai yang dapat
pada pe meriksaan ini adalah merupakan suatu derajat penilaian fungsi kognitif
yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa gangguan kognitif. Nilai 0,5, untuk Quenstionable
dementia. Nilai 1, menggambarkan derajat demensia ringan, Nilai 2,
menggambarkan suatu derajat demensia sedang dan nilai 3, menggambarkan suatu
derajat demensia yang berat. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003, Golomb,2001).
H.
PENATALAKSANAAN
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah
melakukan verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat
progresifitas penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang
tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting
terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan
diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan
yang diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet.
Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah
pasien dapat dijaga agar berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta
adanya perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah
yang berada dibawah nilai normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara
lebih lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi
dalam hal ini adalah sangat -2bpenting mengingat antagonis reseptor dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting
enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan
dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek
penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah
untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya padapasien-pasien
yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada
pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif,
dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis
untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan.
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang
signifikan pada pasien dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup
tergantung pada memori. Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori
jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya
mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi
memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas
pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat
sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional
bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasanyang berat dan teror katastrofik
yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self)
menghilang.
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari
psikoterapi suportif dan edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan
sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya.Mereka juga bisa mendapatkan
dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta
perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh
dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang
masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi
ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat
membantu pasien untuk menemukan cara “berdamai” dengan defek fungsi ego,
seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat
jadwal untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk
masalah-masalah daya ingat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga
pasien dapat sangat membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan
perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa
perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia
dan kecemasan, antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk
waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek
idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya
kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi).
Secara umum, obatobatan dengan aktivitas
antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan. Donezepil, rivastigmin,
galantamin, dan takrin adalah penghambat kolinesterase yang digunakan untuk
mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit Alzheimer.
Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin
sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya
menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk
seseorang dengan kehilangan memori ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik
basal yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi kolinergik.
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara
luas. Takrin jarang digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas.
Sedikit data klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang
sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping
neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari
obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif.
Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien
demensia berupa:
· Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2
mg
· Antipsikotika atipik:
§ Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
§ Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
§ Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
§ Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
§ Abilify 1 x 10 - 15 mg
· Anxiolitika
§ Clobazam 1 x 10 mg
§ Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
§ Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
§ Buspirone HCI 10 - 30 mg
§ Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
§ Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
· Antidepresiva
§ Amitriptyline 25 - 50 mg
§ Tofranil 25 - 30 mg
§ Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
§ SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x
50 -100 mg, Citalopram 1x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1
x 60 mg.
§ Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
· Mood stabilizers
§ Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
§ Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
§ Topamate 1 x 50 mg
§ Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
§ Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800
mg
§ Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
§ Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut
sebenarnya sudah tak berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan
obat terhadap BPSD (Behavioural and Psychological Symptoms of
Dementia):
· Nootropika:
§ Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
§ Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
§ Sabeluzole (Reminyl)
· Ca-antagonist:
§ Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
§ Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
§ Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
§ Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 -
300 mg infuse
§ Pantoyl-GABA
· Acetylcholinesterase inhibitors
§ Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg.
Hepatotoxik
§ Donepezil (Aricept) centrally active reversible
cholinesterase inhibitor, 5 mg 1x/hari
§ Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
§ Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
§ Memantine 2 x 5 - 10 mg
Terapi dengan Menggunakan Pendekatan Lain
Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan
aktivitas kognitif termasuk penguat metabolisme serebral umum, penghambat kanal
kalsium, dan agen serotonergik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa slegilin
(suatu penghambat monoamine oksidase tipe B), dapat memperlambat perkembangan
penyakit ini.
Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko
penurunan fungsi kognitif pada wanita pasca menopause, walau demikian masih
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Terapi komplemen dan
alternatif menggunakan ginkgo biloba dan fitoterapi lainnya bertujuan
untuk melihat efek positif terhadap fungsi kognisi. Laporan mengenai penggunaan
obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) memiliki efek lebih rendah terhadap
perkembangan penyakit Alzheimer. Vitamin E tidak menunjukkan manfaat dalam
pencegahan penyakit.
Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD)
Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD) penting untuk diperhatikan karena merupakan
satu akibat yang merepotkan bagi pengasuh dan membuat payah bagi sang pasien
karena ulahnya yang amat mengganggu1:
Pencegahan dan
Perawatan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak, seperti :
1. Mencegah
masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat
adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku
yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
3. Melakukan
kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
§ Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
§ Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat atau hobi
4. Mengurangi
stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan
sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
Peran
Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan
lansia penderita demensia Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal
yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan
sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam
proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat
secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang
akan dialami penderita demensia. Keluarga tidak berarti harus membantu semua
kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada
lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia
agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri
dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada
umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia
penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan
dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin
mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada
ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran
adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia.
Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang
terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang
muncul akibat demensia.
F. Asuhan Keperawatan Dementia
Tanggal MRS : Senin, 27 Mei 2012
Pukul : 07.00 wib
Tanggal pengkajian : 27 Mei 2012
Diagnosa medis : Dementia
A. Pengkajian
1. Pengkajian
umum
a. Identitas
pasien
Ø Nama : Sumanto Ariantoro
Ø TTL : Medan, 17 maret 1947
Ø Umur
: 65 tahun
Ø Jenis
kelamin : laki – laki
Ø Anak
ke- : 3
Ø Pendidikan
: SMA
Ø Alamat : JL. Sungai Raya Dalam
b. Identitas
orangtua
Nama ayah / ibu
Ayah :
Suharno
Ibu :
habibah
Pekerjaan ayah / ibu
Ayah :
Pedagang
Ibu :
Ibu rumah tangga
Alamat :
JL. Sungai Raya Dalam
c. Identitas
orangtua
Riwayat penyakit sekarang
a. Keluhan
utama saat ini : tanggal 30 mei 2012 pukul 08.00 klien mengalami halusinasi , klien tidak dapat mengingat anggota
keluarganya.
b. Diagnosa
medis saat masuk RS : Dementia
2. Riwayat
penyakit dahulu : Stroke,
hipertensi, atherosklerosis
3. Riwayat
penyakit keluarga : ayah ibu
hipertensi
4. Pemeriksaan
fisik
TD : 150/110 mmHg, RR
27 x/menit, Suhu : 37derajat, nadi 130 x.menit
a. Pemeriksaan
fisik sistem persyarafan
·
Tingkat kesadaran : apatis
·
GCS
Eye :
3
Verbal :
5
Motorik :
3
Total GCS : 11
· Refleks
fisiologis
Bisep :
-
Trisep :
-
Achiles :
-
Patella :
-
· Refleks
patologis
Babinski :
+
· Refleks meningeal
Kaku kuduk : +
Brundzinski 1 : +
Brundzinksi 2 : +
Kernig
· Kejang : tidak ada
· Mata/penglihatan
Bentuk :
normal
Pupil :
isokor
Reflek cahaya : kanan kiri +/+
Gangguan penglihatan: mata kabur, berhalusinasi
· Hidung/
penciuman
Bentuk :
normal
Gangguan penciuman :
tidak
· Telinga/
pendengaran
Bentuk :
normal
Gangguan pendengaran :
tidak
b. Pemeriksaan
sistem perkemihan
· kandung
kemih :
normal
· Produksi
urine : 600 cc/hari
· Warna :
kuning pekat
· Bentuk alat kelamin :
normal
· Uretra :
normal
· Kateter :
tidak terpasang
c. Pemeriksaan
sistem pencernaan
·
Mulut dan tenggorokan
1. Bibir
:
kering
2. Mual :
ya
3. Muntah :
ya
4. Terpasang
NGT :
tidak
5. BB seblum MRS :
60 kg
6. BB setelah MRS :
57 kg
7. Feses :
warna tanah liat ( 2 x sehari)
d. Pemeriksaan
psikososial
·
Dampak hospitalisasi pada klien :
gelisah
·
Respon saat tindakan :
kurang
·
Hubungan dengan pasien lain : kurang
e. Pemeriksaan
penunjang
1. Pemeriksaan
laboratorium
·
hasil
pemeriksaan toksik positif alcohol
·
hasil
EKG : disritmia
A. Diagnosa keperawatan
|
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
|
1
|
Data
subyektif :
-
anak klien mengatakan bahwa klien
sering melakukan gerakan-gerakan tak wajar.
-
Keluarga klien mengatakan bahwa
klien sering berhalusinasi
dan gelisah
-
Keluarga klien mengatakan klien
hampir jatuh dari tempat
tidur
Data
objektif :
-
klien terlihat sulit
mengendalikan gerakannya.
-
Kesadaran apatis
-
Klien tampak distraksi, ansietas, agitasi
-
Klien peka terhadap rangsangan
-
TD : 150/110 mmHg, RR
27 x/menit, Suhu : 37derajat, nadi 130 x.menit
|
Kurangnya
kesadaran tentang bahaya lingkungan
|
Resiko
cedera
|
|
2
|
Data
subjektif :
-
keluarga klien mengatakan bahwa
klien sering melakukan gerakan yang
tidak normal, mengambil keputusan yang salah dan susah mengingat sesuatu
Data
objektif :
-
Klien meracau
-
Klien cenderung berhalusinasi
-
Disorientasi
-
TD : 150/110 mmHg, RR
27 x/menit, Suhu : 37derajat, nadi 130 x.menit
|
Ancaman
terhadap konsep diri
|
Ansietas/ketakutan
|
|
3
|
Data
subjektif :
-
Keluarga klien mengatakan klien
susah makan dan minum
Data
objektif :
-
Berat badan pasien sebelum MRS 60
Kg
-
Berat badan pasien setelah MRS 57
Kg
-
TD : 150/110 mmHg, RR
27 x/menit, Suhu : 37derajat, nadi 130 x.menit
|
Masukan
makanan yang kurang
|
Perubahan
nutrisi : kurang dari
|
|
4
|
Data
subjektif :
-
Keluarga pasien mengatakan pasien susah mengingat sesuatu,
bertingkah aneh dan lupa dengan sesuatu yang sering dia lakukan
-
Anak klien mengatakan ayahnya menjadi pendiam
-
Data
Objektif
-
Klien bingung
-
Disorientasi
-
TD : 150/110 mmHg, RR
27 x/menit, Suhu : 37derajat, nadi 130 x.menit
-
Klien sulit menulis dan membaca
-
Klien sulit berjalan sendiri
|
kerusakan
penyesuaian dengan kehilangan daya ingat
|
Perubahan
pola pikir
|
|
5
|
Data subjektif
-
Klien mengatakan sakit kepala
-
Anak klien mengatakan ayahnya dulu mengkonsusmsi alkohol
Data objektif
-
TD : 150/110 mmHg, RR
27 x/menit, Suhu : 37derajat, nadi 130 x.menit
-
Distraksi
-
Disritmia
-
Hasil pemeriksaan toksik positif alcohol
-
Klien muntah,mual
|
Alkoholisme
|
Penurunan curah jantung
|
|
6
|
Data subjektif
-
Klien mengatakan pusing di kepala
-
Anak klien mengatakan ayahnya perokok aktif
-
Anak klien mengatakan tidak tau bagaimana merawat ayahnya
Data objektif
-
TD : 150/110 mmHg, RR
27 x/menit, Suhu : 37derajat, nadi 130 x.menit
-
Klien Emosional
|
hipertensi
|
Kurangnya
pengetahuan
|
|
|
|
|
|
Diagnosa
Keperawatan
1. Resiko
cedera b.d kurangnya kesadaran tentang bahaya lingkungan
2. Ansietas/ketakutan
b.d ancaman terhadap konsep diri
3. Perubahan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan yang kurang
4. Perubahan
pola pikir b.d kerusakan penyesuaian dengan kehilangan daya ingat
5. Penurunan curah jantung b.d alkoholisme
6.
Kurangnya pengetahuan b.d hipertensi.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar